Senin, 31 Januari 2011

Belajar Dari Burung Hud-Hud

burungUmat Islam patut bersyukur karena ajaran dan agama yang dianutnya adalah agama yang telah diridhai oleh Allah Taala.
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْأِسْلامُ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْياً بَيْنَهُمْ وَمَنْ يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barang siapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.” (Ali Imran:19)
Islam adalah agama para nabi dan umat-umat terdahulu ketika mereka masih lurus menjalankan agama mereka sesuai dengan perintah rasul dan nabi mereka. 2:132-133,136; 3:52,64,84; 5:111. Karena itu, umat Islam kaya akan kisah dan pelajaran dari umat-umat terdahulu. Kisah yang dialami oleh saudaranya seiman dalam menegakkan tauhid dan memakmurkan bumi. Kisah dan kejadian yang dialami umat terdahulu dapat kita lihat pada kalamullah untuk diambil ibrah dan dars. Pengkisahan merupakan salah satu uslub dari asalib quraniyah fi tarbiyatil ummah.
Beberapa kisah dapat kita jumpai pada sabda Rasulullah saw. yang kebenarannya sudah dijamin Allah Taala.
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى. إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Alquran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (An-Najm:3-4)
Ditambah lagi bahwa umat Islam memiliki contoh beberapa generasi beliau yang kaya akan rawai’ imaniyah wa ukhawiyah. Hal ini telah oleh legitimasi dengan firman-Nya, Al-Fath: 29, At-Taubah: 100, Al-Hasyr: 8
حَدِيثُ عِمْرَان بنِ حُصَّينِ: إِنَّ خَيرَكُمْ قَرْنِي ثُمَّ الذِينَ يَلُونَهُم ثُمَّ الذِينَ يَلُونَهُم ثُمَّ الذِينَ يَلُونَهُم – ثُمَّ قَالَ عِمْرَان: فَلاَ أَدْرِي أَقَالَ رَسُولُ الله صَلىَّ اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ بَعْدَ قَرْنِهِ مَرَتَينِ أَوْ ثَلاَثاً
Dari ‘Imran bin Hushain r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah abadku (para sahabat), kemudian orang-orang setelah mereka, kemudian orang-orang setelah mereka. Kemudian Imran berkata, “Aku tidak tahu apakah Rasulullah saw. mengatakan setelah mereka itu dua kali atau tiga kali.”
Yaitu pada masa Rasulullah saw. dan shahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in. Tetapi kita masih juga memiliki banyak pelajaran dari generasi-generasi setelah mereka.
عَنْ عِمْرَان بنِ حُصَّين قَالَ قَالَ رَسُولُ الله صَلىَّ اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ: لاَ تَزَالُ طَائِفَةُ مِنْ أُمَّتيِ ظَاهِرِينَ عَلىَ اْلحَقِّ حَتىَّ تَقُومَ السَّاعَةُ
Dari ‘Imran bin Hushain, ia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Senantiasa ada segolongan umatku yang tegak pada kebenaran sampai datang hari kiamat.”
Di antara kisah dan kejadian unik yang ditayangkan dalam Alquran adalah kisah burung Hud-hud dengan nabi Sulaiman a.s. Seekor burung hud-hud yang melakukan kerja dakwah tanpa ada perintah terlebih dahulu. Ia mengintai suatu aktivitas suatu kaum yang dengan sebab kabar itulah, segolongan umat mendapat hidayah Allah, masuk ke dalam agama Islam.
وَتَفَقَّدَ الطَّيْرَ فَقَالَ مَا لِيَ لاَ أَرَى الْهُدْهُدَ أَمْ كَانَ مِنَ الْغَائِبِينَ. لَأُعَذِّبَنَّهُ عَذَاباً شَدِيداً أَوْ لَأَذْبَحَنَّهُ أَوْ لَيَأْتِيَنِّي بِسُلْطَانٍ مُبِينٍ. فَمَكَثَ غَيْرَ بَعِيدٍ فَقَالَ أَحَطْتُ بِمَا لَمْ تُحِطْ بِهِ وَجِئْتُكَ مِنْ سَبَأٍ بِنَبَأٍ يَقِينٍ. إِنِّي وَجَدْتُ امْرَأَةً تَمْلِكُهُمْ وَأُوتِيَتْ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ وَلَهَا عَرْشٌ عَظِيمٌ
“Dan dia memeriksa burung-burung lalu berkata, “Mengapa aku tidak melihat hud-hud, apakah dia termasuk yang tidak hadir. Sungguh aku benar-benar akan mengazabnya dengan azab yang keras, atau benar-benar menyembelihnya kecuali jika benar-benar dia datang kepadaku dengan alasan yang terang.”Maka tidak lama kemudian (datanglah hud-hud), lalu ia berkata, “Aku telah mengetahui sesuatu yang kamu belum mengetahuinya; dan kubawa kepadamu dari negeri Saba suatu berita penting yang diyakini. Sesungguhnya aku menjumpai seorang wanita yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar.” (An-Naml:22-23)
Tindakan burung Hud-hud janganlah dijadikan dalil untuk tasayyub (lepas kontrol), tetapi harus dipahami dengan positif bahwa yang dilakukan burung Hud-hud merupakan tindakan memanfaatkan furshah untuk menjalankan misi dakwah. Dakwah yang diawali dengan mengetahui keadaan spiritual mereka.
Burung Hu-hud tidak keluar dari tujuan jamaah dan sarananya, juga tidak melanggar prinsip-prinsip umum atau mengabaikan perintah lainnya yang lebih utama, tetapi kisah tersebut menunjukkan bahwa pada diri prajurit terdapat ciri yaqzhah (selalu sadar akan misi), diqqah (teliti) dalam beramal dan semangat untuk menyadarkan kaum. Juga menunjukkan bahwa pada diri pemimpin terdapat sifat atau sikap kontrol, ketegasan pemimpin dan penyelesaian yang tidak sembrono.
Kecerdasan dan kecemerlangan berfikir burung Hud-hud tersebut telah ia manfaatkan untuk mengambil kesempatan untuk mencari berita dan kabar suatu kaum karena ia berkeinginan untuk menyampaikan risalah Islam kepada mereka, mengajak mereka untuk mentauhidkan Allah diserta dengan tindakan yang bijak, presentasi yang gemilang serta keberanian dalam mengemukakan uzur.
Kisah ini banyak mengandung pelajaran untuk para dai dan para mas-ul atau murabbi, di antaranya:
1. Seorang dai tentu lebih mulia dari seekor burung Hud-hud yang memiliki inisiatif positif dan mencari-cari kebaikan. Seorang dai lagi mukmin lebih terpanggil untuk berinisiatif dan melakukan perbuatan baik tanpa harus meninggu perintah.
2. Memandang kepada para pemimping dakwah bahwa tidak seluruh rencana dan program dapat dikerjakan dan dapat dimutabaahi, karena itu pengarahan terhadap semua perintah dan kebijakan adalah lebih diutamakan. Kita dapat menyimak bahwa Nabi Sulaiman a.s. yang dikuatkan dengan wahyu Allah dan ditundukkan untuknya jinn dan burung-burung tidak mampu mengetahui semua perkara dan tidak mampu menyerap semua informasi. Karenanya ia memerlukan sedikit informasi dari burung yang kecil yang secara positif merupakan masukan besar bagi dakwah.
3. Dari kisah tersebut kita menyaksikan pengecekkan atas keterlambatan burung Hud-hud. Dengan sikap ijabiyah (positif) yang dikembangkan burung Hud-hud, maka alasannya itu diterima. Di lain pihak, قَالَ سَنَنْظُرُ أَصَدَقْتَ أَمْ كُنْتَ مِنَ الْكَاذِبِينَ (النمل:27) (Sulaiman berkata, “Akan kami lihat, apa kamu benar, ataukah kamu termasuk orang-orang yang berdusta.) menunjukkan bahwa seorang pemimpin harus menerima alasan keterlambatan tersebut dan membatalkan hukuman yang telah ia janjikan karena alasan burung itu. Alasan burung Hud-hud tersebut mengandung ihtimal benar dan dusta.
Tetapi kenyataannya adalah bahwa yang dikabarkan oleh burung hud-hud adalah benar dan dari kabar itulah nabi Sulaiman a.s. kemudian menyerukan untuk berjihad.
4. Dari kisah tersebut kita dapat melihat adanya i’tidzar lil qa-id fi ada-il wajib. Jika kita jadikan kisah ini sebagai amal ijabi, maka kita akan melihat bahwa dalam ma’dzirah dan i’tidzar terdapat sesuatu yang berharga, ketika pengetahuan burung Hud-hud memberikan manfaat kepada pemimpin, nabi Sulaiman yang mempunyai segala jenis kekuatan. Bahkan burung Hud-hud tersebut menyampaikan dengan ta’bir naba yaqin (berita penting dan besar yang diyakini kebenarannya), suatu jenis kekuatan yang dimiliki burung Hud-hud ketika menyampaikan alasan keterlambatannya di hapapan kekuasaan nabi Sulaiman yang telah berniat akan menyiksa dengan siksaan yang pedih atau ia akan menyembelihnya.
Suatu kekuatan yang dimiliki burung Hud-hud yang digunakan secara positif untuk taat kepada pemimpin, kekuatan ilmu pengetahuan. Sehingga ia selamat dari hukuman berupa siksaan dan penyembelihan dengan ilmu pengetahuan.
فَمَكَثَ غَيْرَ بَعِيدٍ فَقَالَ أَحَطْتُ بِمَا لَمْ تُحِطْ بِهِ وَجِئْتُكَ مِنْ سَبَأٍ بِنَبَأٍ يَقِينٍ
“Maka tidak lama kemudian (datanglah hud-hud), lalu ia berkata, “Aku telah mengetahui sesuatu yang kamu belum mengetahuinya; dan kubawa kepadamu dari negeri Saba suatu berita penting yang diyakini.” (An-Naml: 22)
Keberanian burung Hud-hud untuk berbicara kepada nabi Sulaiman a.s. karena kabar yang dibawa burung Hud-hud merupakan kabar penting dan nabi Sulaiman a.s. belum mempunyai kabar tersebut. Kalaulah ia terlambat tanpa ada hal yang akan ia sampaikan, maka dengan kelemahannya dari segala hal, maka ia tidak akan mampu untuk berbicara dari lantang di hadapan pemimpinnya.
Kalaulah bukan karena ijabiyah burung Hud-hud, maka uzur dan alasan burung Hud-hud pasti tidak akan diterima, karena keintisaban kita kepada jamaah menuntut kita untuk melaksanakan amal dan kerja sebaik mungkin dalam kerangka mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Tidak menjadi keharusan seorang dai atau bawahan atau binaan atau anggota jamaah melaksanakan perintah saja, tetapi amal dan kerja yang dilakukan harus ijabi atau memiliki bobot yang memadai untuk tercapainya tujuan dakwah dan tarbiyah.
5. Kita sebagai dai dapat menyimpulkan sebagai pelajaran buat kita bahwa hudhur yang dapat menyelamatkan kita dari uzur kita di hadapan qaid, mas-ul, naqib atau murabbi adalah hudhur da’wi tarbawi. Sejalan dengan semangat kita untuk meningkatkan mutu diri dan memperbanyak kader baru dengan segala jenis tajnid, maka kita dituntut untuk selalu hadhir secara da’wiyan dan tarbawiyan, bukan hanya kehadiran di jilsah atau di halaqah atau di usrah atau di ijtima’. Kita seharusnya selalu hadir dalam segala aktivitas da’wah dan tarbiyah. Boleh jadi seseorang tidak pernah absen untuk hadir di setiap pertemuan, akan tetapi keikutsertaannya di setiap aktivitas sangatlah minim atau ia sendiri tidak ada inisiatif positif untuk melakukan aktivitas da’wah dan tarbiyah. Karenanya di antara ijabiyah seorang pemimpin, mas-ul, naqib atau murabbi adalah memperhatikan dan mengontrol a’dha dan binaannya agar kehadirannya dalam da’wah dan tarbiyah tidak pernah absen. Karena itu kalaupun ia uzur untuk hadir di ijtima’, atau di usrah atau di halaqah karena alasan syar’i, maka tidak serta merta disimpulkan sebagai ketidakhadirannya dalam da’wah, sebelum dilihat kehadirannya pada aktivitas da’wah dan tarbiyah lainnya.
6. Untuk para mas-ulin dan qiyadiyyin juga dapat mengambil beberapa pelajaran yang dapat dicermati dan diperhatikan dari sikap dan respon Nabi Sulaiman terhadap kerja burung Hud-hud. Di antara pelajaran yang dapat kita ambil dari sikap Nabi Sulaiman a.s. adalah:
a. Tafaqqudul amiir lil atba’ (rasa kehilangan seorang pemimpin terhadap pengikutnya). Seorang mas-ul harus memperhatikan siapa yang tidak hadir dalam setiap pertemuan dan kegiatan. Karena perhatiannya terhadap kehadiran binaannya merupakan bagian dari mas-uliyah yang harus diemban. Nabi Sulaiman a.s. mempertanyakan ketidakhadiran burung Hud-hud dalam ijtima’
b. Akhdzul amri bil hazm (sangat perhatian terhadap perkara). Seorang pemimpin harus memiliki haibah di hadapan atba’nya dengan menyatakan sikap tegasnya di hadapan pengikutnya.
c. Muhasabah (evaluasi). Seorang mas-ul harus berinisiatif untuk mengevaluasi proses tarbiyah dan hasil perjalanan tarbiyah yang ia lakukan.
d. Tabayyunul ‘udzr (klarifikasi uzur). Mengklarifikasi alasan keuzuran binaan agar penyikapan dan perlakukan yang akan diambil lebih berdampak positif.
7. Dengan kerja yang kelihatannya kecil, hanya sekadar mengetahui keadaan dan kondisi keagamaan suatu kaum, dapat menghasilkan prestasi besar, yaitu keislaman Ratu dan rakyatnya, tunduk untuk beribadah kepada Allah bersama nabi Sulaiman a.s.
Karena itu pula dalam dunia peradaban materi kita melihat banyak karya dan hasil penemuan besar awalnya dirintis oleh kerja dan inisiatif satu orang. Hasil kerja seorang ini kemudian didukung dan didanai oleh kelompok atau negara. Seperti penemuan sepeda, lalu mesin cetak, telegraf, bola lampu dan lain-lain. Demikan pula dalam medan dakwah, banyak yang awalnya merupakan terobosan pribadi kemudian menjadi garapan jamaah.
Jadi dengan sikap ijabiyah seorang dai, akan banyak amal Islam yang dapat dihasilkan seiring dengan hasil yang gemilang. Di antaranya adalah dengan merasa kurang di hadapan Allah dalam menjalankan semua kewajiban yang telah dibebankan kepadanya, maka akan muncul rasa pada diri seorang mukmin untuk berusaha mengerjakan satu kewajiban dengan sebaik-baiknya dan dengan niat yang lurus. Dengan demikian ia telah mengerti maksud dari taklif Allah, yaitu agar manusia berusaha membaguskan amalnya dengan cara meluruskan niat dan menyesuaikan segala perbuatan dan ibadahnya sesuai dengan syariat.
Dalam hal ini, para ulama memberikan dua syarat suatu perbuatan dikatakan amal shaleh. Syarat pertama adalah muwafaqah lis syar’i (sesuai dengan tuntanan syariat Islam) dan yang kedua adalah ikhlash liwajhillah wahdah (semata-mata dilakukan karena mengharapkan ridha Allah).
Di antara sikap ijabiyah adalah tidak meremehkan perkara kecil, karena seringkali sesuatu yang besar menjadi kecil nilainya karena niat yang kurang ikhlas dan kadang beberapa kalimat akan mendatangkan kebaikan yang banyak karena niat dan keluar dari hati yang tulus. Pernah seorang ulama ditanya, “Sampai kapan Anda terus menulis hadits? Lalu ia menjawab, “Mungkin kalimat yang akan menyelamatkanku masih belum aku tulis.”
Untuk menunjukkan betapa perkara ringan itu tidak boleh dianggap ringan, Rasulullah saw. menegaskan bahwa banyak perkara ringan atau sepele, tetapi di sisi Allah mempunyai bobot pahala dan kebaikan bagi yang melakukannya.
عن أَبِي ذَرّ قالَ قالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم: تَبَسّمُكَ في وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ، وَأَمْرُكَ بِالمَعْروفِ ونهيُكَ عن المُنْكَرِ صَدَقَةٌ، وإِرْشَادُكَ الرّجُلَ في أَرْضِ الضّلاَلِ لَكَ صَدَقَةٌ، وبَصَرُكَ لِلرّجُلِ الرّدِيءِ البَصَرِ لَكَ صَدَقَةٌ، وإِمَاطَتُكَ الْحَجَرَ والشّوْكَ والعَظْمَ عن الطّرِيقِ لَكَ صَدَقَةٌ، وإِفْرَاغُكَ مِنْ دَلْوِكَ في دَلْوِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَة
Dari Abu Dzar r.a. ia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Senyummu di hadapan saudaramu adalah sedekah bagimu, perintahmu mengerjakan kebaikan dan mencegah kemungkaran adalah sedekah bagimu, kamu menunjuki orang yang tersesat juga merupakan sedekah bagimu, membantu orang yang kurang penglihatannya juga merupakan sedekah bagimu, menyingkirkan batu, duri dan tulang dari jalan juga merupakan sedekah bagimu, kamu menuangkan air dari timbamu ke timba saudaramu juga merupakan sedekah bagimu.” (H.R. Bukhari dan Tirmidzi)
Allah juga berfirman dalam surah Az-Zalzalah ayat 7-8,
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْراً يَرَهُ. وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرّاً يَرَهُ
“Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula.” (Az-Zalzalah: 7-8)
Bagi dai kata-kata ma’tsur tersebut dapat menjadi motivator untuk tidak menganggap remeh amal dan aktivitas kecil atau kata-kata nasihat dalam dakwah. Karena itu janganlah kikir untuk mengajak bicara keluarganya atau bercakap-cakap dengan anak-anak atau memberikan senyuman kepada tetangga atau memberi nasihat dan bimbingan kepada teman kerja atau dia mendengarkan bacaan Alquran. Semua itu dapat dilakukan dai jika dirinya memiliki ijabiyah.
Dalam konteks amar ma’ruf nahyi munkar, maka kita akan menemukan medan dan lapangannya yang cukup luas dan lebar. Di mana kita akan menemukan setiap hari fenomena atau suasana kemungkaran yang mesti kita hilangkan dari masyarakat. Maka dengan kata-kata yang bijak kita dapat menuliskan keprihatinan kita atau analisa kritis kita di meda cetak.
Atau sekadar mendukung artikel bagus yang mengangkat permasalahan yang sedang kita cermati. Atau mungkin dengan mengirimkan surat ke pejabat atau wakil kita di DPR pusat maupun daerah. Yang penting dalam diri seorang dai adalah keinginan dan kemauan untuk mengadakan perubahan ke arah positif dengan cara yang dapat ia tempuh sebatas otoritas yang ia miliki. Karena itu keberadaan kita pada posisi yang memiliki otoritas yang luas dan besar akan membantu dan mengefektifkan usahan dakwah dalam perbaikan masyarakat.
Meskipun dengan menjadi ketua RT atau RW kita dapat lebih maksimal dan efektif untuk membuat perubahan di lingkungan sekitar tempat tinggal kita, kenapa kita tidak lakukan? Kenapa kita tidak peduli dengan hal ini, sehingga membiarkan posisi itu dipegang atau berada pada orang yang pemahaman perubahan islamnya masih minim.
Atau posisi struktural di tempat pekerjaan yang menyebabkan kita memiliki otoritas terhadap bawahan kita, maka merupakan suatu bekal dan modal untuk menjadi bagian dari anashir taghyir di tempat tersebut. taghyir yang mengarah kepada model dan prilaku Islam.
Atau bahkan bagi mereka yang kerap mengadakan perjalanan ke daerah atau pelosok dan menemukan informasi obyektif, kemudian informasi tersebut dapat menjadi pintu untuk proyek dakwah yang lebih efektif, maka itu juga bagian dari ijabiyah yang diperankan oleh seorang dai.
Karena di era dakwah yang sudah mulai agak terbuka ini keperluan kita akan informasi obyektif terhadap keadaan dan kondisi suatu daerah atau suatu kelompok orang (segmen tertentu).

Dakwah Kepada Allah; Antara Sebab dan Akibat

Risalah dari Prof. DR. Muhammad Badi, Mursyid Am Ikhwanul Muslimin, 02-12-2010
Penerjemah:
Abu ANaS
______
Segala puji bagi Allah, salawat dan salam atas Rasulullah saw beserta keluarga dan para sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari pembalasan… selanjutnya:
Tidak ada keraguan tentunya bahwa dakwah kepada Allah SWT dalam semua dimensinya harus berjalan sesuai dengan aturan utama yang bersumber dari Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah saw, dan Allah SWT telah memberikan takhlif kepada kita untuk menunaikan dakwah ini, sebagaimana telah menyerahkan tanggung jawab penting kepada kita, bahkan secara tegas Allah  SWT menekankan bahwa semua makhluk tidak diberikan beban kecuali sesuai dengan kesanggupan dan kemampuannya, karena itu, dakwah kepada Allah dalam berbagai dimensi dan sarananya adalah suatu kewajiban , sebagaimana yang difirmankan Allah SWT:
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik”. (An-Nahl:125)
Sesuai dengan kemampuannya, setiap individu muslim berkewajiban menunaikan dakwah ini; baik pria ataupun wanita, tidak ada alasan untuk menggugurkan perintah ini walaupun memiliki udzur (alasan). Allah SWT berfirman:
لَيْسَ عَلَى الضُّعَفَاءِ وَلا عَلَى الْمَرْضَى وَلا عَلَى الَّذِينَ لا يَجِدُونَ مَا يُنْفِقُونَ حَرَجٌ إِذَا نَصَحُوا لِلَّهِ وَرَسُولِهِ مَا عَلَى الْمُحْسِنِينَ مِنْ سَبِيلٍ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka Berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. tidak ada jalan sedikitpun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (At-Taubah: 91)
Karena tugas ini merupakan kepanjangan tangan dari tugas yang dalam syariat Islam sejak kita menyerahkan diri untuk Allah SWT, Tuhan semesta alam.
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha suci Allah, dan aku tiada Termasuk orang-orang yang musyrik”. (Yusuf:108)
Bahkan jinpun memahami akan tugas ini, sejak dibacakan ayat Al-Qur’an, dan mereka langsung menunaikan tugas ini..
فَلَمَّا حَضَرُوهُ قَالُوا أَنْصِتُوا فَلَمَّا قُضِيَ وَلَّوْا إِلَى قَوْمِهِمْ مُنْذِرِينَ
“Maka tatkala mereka menghadiri pembacaan (nya) lalu mereka berkata: “Diamlah kamu (untuk mendengarkannya)”. ketika pembacaan telah selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan”. (Al-Ahqaf:29)
Dan Nabi tercinta saw telah menunaikan tugas ilahi ini dalam segala situasi dan kondisinya, memanfaatkan semua kemungkinan yang tersedia, dan bahkan pada saat beliau di Mekah Al-Mukarramah, saat bersama dengan umat Islam menghadapi kezhaliman dan penindasan sehingga beliau bersabda:
من يؤويني حتى أبلغ دعوة ربي؟
“Siapa yang mau membela dan melindungiku sehingga aku mampu menyapaikan dakwah Tuhanku?”
Dan belaiu masuk di bawah perlindungan Al-Muth’im bin Adi, padahal dia adalah seorang musyrik, namun dengan memanfaatkan salah satu nilai-nilai positif masyarakat jahili yaitu menghormati tetangga, beliau juga melakukan aliansi dengan semua kekuatan yang ada dalam masyarakat saat itu, meskipun terdapat perbedaan-perbedaan dalam meraih tujuan mulia, yaitu menghilangkan kezhalimnan dari  semua yang tertindas, siapa pun dia, sehingga beliau masuk dalam aliansi berkomitmen kepada semua pihak dalam berbagai kebajikan “hilful fudhul” (aliansi kebajikan) di rumah Abdullah bin Jad’an”.
Nabi saw juga memanfaatkan persatuan Arab dari berbagai kabilah di baitullah Al-Haram, begitupula persatuan di pasar-pasar, baik pasar loak, atau pasar sastra dan puisi, hal ini telah dipraktekkan oleh Nabi Nuh as seperti yang  disebutkan dalam Al-Quran Al-Karim; beliau menggunakan segala cara dan sarana dakwah dalam berbagai kondisinya meskipun harus  menghadapi berbagai tekanan .. Allah SWT berfirman:
قَالَ رَبِّ إِنِّي دَعَوْتُ قَوْمِي لَيْلا وَنَهَارًا
“Nuh berkata: “Ya Tuhanku Sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang”. (Nuh:5)
ثُمَّ إِنِّي دَعَوْتُهُمْ جِهَارًا . ثُمَّ إِنِّي أَعْلَنْتُ لَهُمْ وَأَسْرَرْتُ لَهُمْ إِسْرَارًا .
“Kemudian Sesungguhnya aku telah menyeru mereka (kepada iman) dengan cara terang-terangan. Kemudian Sesungguhnya aku (menyeru) mereka (lagi) dengan terang-terangan dan dengan diam-diam”. (Nuh:8-9)
Dan para generasi Islam juga telah menunaikan tugas Allah ini dengan baik; mengemban amanah risalah dan menyampaikannya dari satu generasi ke generasi lainnya, sebagaimana yang telah disampaikan kabar gembiranya oleh Rasulullah saw:
يحمل هذا العلم من كل خلف عدوله ينفون عنه تحريف الغالين، وانتحال المبطلين وتأويل الجاهلين
“Hendaknya yang membawa ilmu ini orang yang berada dibelakang memiliki sifat adil sehingga mampu menghilangkan berbagai penyimpangan yang dilakukan oleh orang yang melampaui batas, rekayasa para pelaku kebatilan dan ta’wil para jahili”.
Sebagaimana beliau juga memberikan kabar gembira kepada kita bahwa contoh teladan ini akan tetap ada pada generasi yang senantiasa membawa dan mengemban amanah dan risalah ini hingga hari kiamat sekalipun harus menghadapi berbagai rintangan dan tekanan, sekalipun harus menghadapi syaitan-syaitan dari bangsa jin dan manusia dengan berbagai rintangan dan kendala yang dibawanya
لا تزال طائفة من أمتي ظاهرين على الحق لا يضرهم من خالفهم ولا من خذلهم حتى يأتي أمر الله وهم كذلك
“Umatku akan senantiasa tampil pada kebenaran, tidak takut akan ancaman dari orang-orang yang menentangnya dan celaan mereka hingga datang keputusan Allah dan mereka tetap dalam kondisi demikian”.
Dua kalimat yang disebutkan dalam hadits nabi saw merupakan ungkapan singkat namun padat bukan dua kata yang bersinonim sama, namun setiap kata dari dua kata tersebut memiliki makna yang kita butuhkan dalam menempuh jalan dakwah ini, merupakan ringkasan dari berbagai problema yang senantiasa dihadapi dalam amal jama’i ini.
Kata pertama adalah orang-orang yang menyimpang, maknanya adalah tidak akan berjalan mulus bersama mereka para penyimpang sejak awal dakwah yang mereka tempuh.
Kata kedua adalah orang-orang yang mencela mereka, maknanya adalah kata dalam bentuk lain yaitu bahwa satu kelompok orang yang berada ditengah bagian dari dakwah, namun akhirnya lepas dari melanjutkan amal dakwah bersama mereka baik dalam kondisi menghadapi ujian yang sangat keras atau kondisi fitnah kesenangan.
Inilah yang terjadi dan dialami oleh jamaah yang penuh berkah ini, akan panjangnya perjalanan dakwah dan usianya yang panjang dan luas secara geografis dan historis, persis seperti yang disampaikan oleh nabi saw.
Hasan Al-Banna rahimahullah telah mereguk sumber yang jernih ini, dan mengarahkan dan menuntun para pengikutnya, beliau adalah mursyid pertama jamaah ini yang mengikuti sunnah nabi saw dalam mengerahkan potensi yang dimiliki, disertai dengan keikhlasan dan pengorbanan serta ikatan yang kuat pada setiap individu jamaah sehingga mereka seperti bangunan yang kokoh dan kuat, mampu memberikan kemuliaan kepada mereka yang berusaha melindunginya.
Namun Allah SWT tidak membebani kita dengan hasil; karena hasil seringkali tidak datang hasil dengan keinginan kita setelah melakukan segala upaya lalu mengakibatkan putus asa dalam jiwa, tapi datang hiburan dari teladan kita Rasulullah saw ketika menghadapi berbagai tekanan dan bahkan serangan yang puncaknya adalah ketika di Taif , meskipun dia pergi ke Taif untuk menunaikan dakwah kepada Allah dan mengharap ridha-Nya dan dan tidak mendapat respon sedikitpun dari mereka, namun beliau tetap berharap dari mereka yang mendapat petunjuk
اللهم اهدِ قومي فإنهم لا يعلمون
“Ya Allah, berikanlah kepada mereka hidayah karena mereka tidak mengtahui”
وَيَا قَوْمِ مَا لِي أَدْعُوكُمْ إِلَى النَّجَاةِ وَتَدْعُونَنِي إِلَى النَّارِ
“Hai kaumku, Bagaimanakah kamu, aku menyeru kamu kepada keselamatan, tetapi kamu menyeru aku ke neraka?” (Ghafir:41)
فَإِنْ تَوَلَّيْتُمْ فَمَا سَأَلْتُكُمْ مِنْ أَجْرٍ إِنْ أَجْرِيَ إِلا عَلَى اللَّهِ وَأُمِرْتُ أَنْ أَكُونَ مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Jika kamu berpaling (dari peringatanku), aku tidak meminta upah sedikitpun dari padamu. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah belaka, dan aku disuruh supaya aku Termasuk golongan orang-orang yang berserah diri (kepada-Nya)”. (Yunus:72)
قَدْ نَعْلَمُ إِنَّهُ لَيَحْزُنُكَ الَّذِي يَقُولُونَ فَإِنَّهُمْ لا يُكَذِّبُونَكَ وَلَكِنَّ الظَّالِمِينَ بِآيَاتِ اللَّهِ يَجْحَدُونَ
“Sesungguhnya Kami mengetahui bahwasanya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah”. (Al-An’am:33)
إِنْ عَلَيْكَ إِلا الْبَلاغُ
“Kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan (risalah)”. (As-Syura:48)
Dan kita bersaksi bahwa nabi saw telah menyampaikan risalah dan meunaikan amanah dengan sebaik-baiknya atas apa yang ditugaskan kepadanya, dan kami memohon kepada Allah SWT untuk memberinya ganjaran terbaik kepada kami sebagaimana yang diberikan kepada nabi kepada umatnya, Nabi telah menceritakan kepada kita bahwa setiap nabi dari para utusan Allah saw akan dibangkitkan pada hari kiamat, walau tidak ada seorangpun yang merespon, seperti Nuh AS sebagai nabi yang usianya paling panjang dan salah satu dari ulul azmi, tinggal bersama kaumnya selama 950 tahun namun tidak ada yang merespon dakwah beliau kecuali hanya sedikit saja.
Allah SWT memisahkan antara sebab dan akibat seperti dalam firman Allah:
فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ
“Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya”. (Al-Mulk:15)
Rasulullah saw dan sahabatnya membuat parit pada saat perang ahzab dan tidak menyadari adanya peperangan yang terjadi disekitarnya, namun datang hasilnya kepada beliau berupa kemenangan dari Allah dalam bentuk angin yang keras lagi dingin, hal tersebut tidak masuk dalam perkiraan mereka. Nabi saw juga membuat strategi yang begitu detail dan bagus pada saat akan melakukan hijrah ke Madinah, namun pada saat orang-orang kafir sampai ke Gua Tsur tempat nabi dan sahabatnya bersembunyi Allah memberikan pertolongan di luar konsep dan strategi yang dibuat oleh nabi saw dengan memalingkan pandangan mata orang-orang kafir.
Dan saudara-saudara kita para mujahidin di Palestina dan lainnya yang sedang menghadapi berbagai kesulitan dan cobaan untuk menghadirkan pertolongan Allah dan kemenangan dari arah yang tidak mereka duga setelah menyempurnakan dan menunaikan sebab-sebabnya, contohnya sangatlah banyak, namun secara singkat yang kita berharap kepada Allah dapat memberikan manfaat dalam agama dan dunia kita dalam topik seperti ini, yaitu:
1 – Ketulusan dari niat untuk Allah semata, karena dengannya kita mendapat ganjaran, taufik dan pertolongan serta kemenangan.
2 – Ketika tercapai apa yang kita inginkan, maka kita memuji Allah SWT atas karunia dan taufik yang telah diberikan kepada kita.
3 – Jika tidak tercapai apa yang kita harapkan, kita harus yakin bahwa ganjaran telah ditetapkan untuk kita, dan memohon semoga Allah SWT mentaqdirkan kita kebaikan; dimanapun dan bagaimanapun, kemudian Allah meridhai kita.
4 – Senantiasa melakukan tugas dalam hal apapun setelah memastikan keamanan mengambil sebab-sebabnya, dan mengerahkan seluruh potensi yang menegaskan bahwa segala perbuatan hanya karena Allah, karena selama amal untuk Allah maka akan kekal dan sampai kepada-Nya.
5 – Kita masih ingat sikap Hajar yang melakukan berbagai sebab dengan lari tujuah kali, yang mana pada setiap larian tidak mendapatkan hasil yang diinginkan, namun beliau tidak putus asa dan terus berlari sehigga terwujud seperti yang diinginkan oleh Allah untuknya dari berbagai kebaikan dan anugerah.
6 – Kita masih ingat wasiat Rasulullah saw untuk kita bahwa beliau bersabda
إذا قامت القيامة وفى يد أحدكم فسيلة فليغرسها
“Jika terjadi kiamat dan di tangan salah seorang dari kamu ada benih yang bisa ditanam maka tanamlah,”
Ini adalah akhir dari dunia dan bahkan benih berarti penanaman pohon kurma yang tidak berbuah kecuali setelah bertahun-tahun lamanya, dan tidak ada hasil yang diharapkan kecuali kelanjutan dari berbuat positif dan menunaikan tugas dan menggapai ganjaran yang telah dijanjikan.
Wahai umat Islam dimana saja kalian berada…
Wahai para generasi dakwah dari ikhwan dan akhwat…
Allah telah menganugerahkan kepada kita semua untuk senantiasa ikhlas, senantiasa beramal, senantiasa berharap dan senantiasa memohon pengkabulan, karena itu teruslah kalian bergerak dan beramal di jalan dakwah, semoga Allah memberkahi kalian… semoga Allah memberikan taufik kepada kalian dan tidak menyia-nyiakan amal ibadah kalian, dan semoga Allah SWT memberikan ganjaran yang terbaik dari apa yang telah kalian lakukan…
Allah Akbar dan segala puji hanya milik Allah
Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh

Tidur Dalam Tatanan Sunnah

Selasa, 30 Nopember 2010 16:26:40 WIB

TIDUR DALAM TATANAN SUNNAH

Tidur Sebagai Satu Diantara Tanda Kekuasaan Allah Azza wa Jalla.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

وَمِنْ ءَايَاتِهِ مَنَامُكُم بِالَّليْلِ وَالنَّهَارِ وَابْتِغَآؤُكُم مِّن فَضْلِهِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لأَيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَسْمَعُونَ

"Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya adalah tidurmu diwaktu malam dan siang hari serta usahamu mencari sebagian dari karuniaNya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan". [Ar Rum: 23]

Syaikh Abdur Rahman Bin Nashir As Sa’di berkata ketika menafsirkan ayat di atas, “Tidur merupakan satu bentuk dari rahmat Allah sebagaimana yang Ia firmankan.

وَمِن رَّحْمَتِهِ جَعَلَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ لِتَسْكُنُوا فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا مِن فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

"Dan karena rahmatNya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebagian dari karuniaNya (pada siang hari) dan supaya kamu bersyukur". [Al Qashahs: 73].

Maka berdasarkan konsekwensi dari kesempurnaan hikmahNya, Ia menjadikan seluruh aktivitas makhluk berhenti pada suatu waktu (yakni pada malam hari) agar mereka beristirahat pada waktu tersebut, dan kemudian mereka berpencar pada waktu yang lain (yakni pada siang hari) untuk berusaha mendapatkan kemashlatan dunia dan akhirat. Hal yang demikian itu tidak akan sempurna berlangsung kecuali dengan adanya pergantian siang dan malam. Dan Dzat Yang Maha Kuasa mengatur semua itu tanpa bantuan siapapun, Dialah yang berhak disembah” [1]

Jadi tidak hanya sebagai rutintas semata, tidur juga merupakan satu wujud dari rahmatNya nan luas dan kemahakuasanNya yang sempurna. Padanya tersimpan hikmah dan kemashlahatan bagi para makhluk. Tidur juga merupakan satu simbol akan kekuasaanNya untuk membangkitkan makhluk setelah Ia mematikan mereka.

Setidaknya tidur memiliki dua manfaat penting , sebagaimana yang dituturkan Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Zaadul Maad.

Pertama : Untuk menenangkan dan mengistirahatkan tubuh setelah beraktivitas. Sebagaimana firman Allah.

وَجَعَلْنَا نَوْمَكُمْ سُبَاتًا

"Dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat". [An Naba : 9]

Kedua : Untuk menyempurnakan proses pencernaan makanan yang telah masuk ke dalam tubuh. Karena pada waktu tidur, panas alami badan meresap ke dalam tubuh sehingga membantu mempercepat proses pencernaaan.

TELADAN RASULULLAH DALAM MASALAH TIDUR
Pola tidur seseorang memiliki kontribusi cukup penting bagi aktivitasnya secara keseluruhan.

Kebiasaan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang waktu tidur adalah teladan terbaik. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tidaklah tidur melampaui batas yang dibutuhkan tubuh, tidak juga menahan diri untuk beristirahat sesuai kebutuhan. Inilah prinsip pertengahan yang Beliau ajarkan. Selaras dengan fitrah manusia. Jauh dari sikap ifrath (berlebih-lebihan) ataupun tafrith (mengurangi atau meremehkan).

Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam biasa tidur pada awal malam dan bangun pada pertengahan malam. Pada sebagian riwayat dijelaskan, Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tidur berbaring di atas rusuk kanan Beliau. Terkadang Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tidur terlentang dengan meletakkan salah satu kakinya di atas yang lain. Sesekali Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam letakkkan telapak tangannya di bawah pipi kanan Beliau. Kemudian Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berdoa. Satu catatan penting juga, Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tidaklah tidur dalam kondisi perut penuh berisi makanan.

Diantara doa yang Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam ajarkan untuk dibaca sebelum tidur adalah sebagaimana yang tertuang dalam hadits berikut.

عَنِ البَرَّاء بنِ عَازِب، أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: (( إِذَا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ فَتَوَضَأْ وُضُوءَكَ للصَلاةِ، ثُمَّ اضْطَّجِعْ على شِقِّكَ الأَيْمَنِ، ثُمَّ قُلْ: اللهُمَّ إِنِّي اَسْلَمْتُ نَفْسِي إِلَيْكَ، وَوَجَهْتُ وَجْهِي إِلَيْكَ، وَ فَوَضْتُ أَمْرِي إِلَيْكَ وَ أَلْجَأْتُ ظَهْرِي إِلَيْكَ رَغْبَةً وَ رَهْبَةً إِلَيْكَ لاَ مَلْجَأَ وَ لاَ مَنْجَا منك إَلاّ إِلَيْكََ ، أَمَنْتُ بِكِتَابٍكَ الَّذِي أَنْزَلْتَ وَ بِنَبِيِّكَ الذي أَرْسَلْتَ وَ اجْعَلْهُنَّ آخِرَ كَلاَمِكَ فَإِنْ مِتَّ مِنْ لَيْلَتِكَ مِتَّ على الفِطْرَة))

"Dari al Barra bin Azib, bahwa Rasululah bersabda,”Jika engkau hendak menuju pembaringanmu, maka berwudhulah seperti engkau berwudhu untuk shalat, kemudian berbaringlahlah di rusukmu sebelah kanan lalu ucapkanlah doa:” Ya Allah sesungguhnya aku menyerahkan jiwaku hanya kepadaMu, kuhadapkan wajahku kepadaMu, kuserahkan segala urusanku hanya kepadamu, kusandarkan punggungku kepadaMu semata, dengan harap dan cemas kepadaMu, aku beriman kepada kitab yang Engkau turunkan dan kepada nabi yang Engkau utus” dan hendaklah engkau jadikan doa tadi sebagai penutup dari pembicaranmu malam itu. Maka jika enkau meninggal pada malam itu niscaya engkau meninggal di atas fitrah” [2]

Berkenaan dengan hadits di atas, Syaikh Salim Al-Hilali berkomentar,” Lafazh-lafazh doa merupakan hal yang bersifat tauqifiyah (tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil), lafazh tersebut memiliki kekhususan tersendiri dan rahasia-rahasia yang tidak dapat dimasuki oleh qiyas. Maka wajib menjaga lafazh tersebut seperti apa yang datang dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Oleh karena itu ketika Al Barra tersalah mengucapkan,” وَ برَسُولِكَ الذي أَرْسَلْتَ” Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengoreksinya dengan berkata,”Bukan begitu [3], وَ بِنَبِيِّكَ الذي أَرْسَلْت َ”

Posisi berbaring seperti yang dijelaskan dalam hadits di atas adalah posisi tidur terbaik yang sangat bermanfaat bagi tubuh. Karena pada posisi miring ke kanan, makanan berada dalam lambung dengan stabil sehingga proses pencernaan berlangsung lebih efektif.

Adapun tentang posisi tidur yang terlarang, hadits berikut akan menjelaskan kepada kita.

عَنْ يَعِيْشَ بن طِخْفَةَ الغِفَاري رَضِي الله عنه قال : قال أَبي بَيْنَمَا أَناَ مُضْطَجِعٌ في المَسْجِد ِعَلى بَطْنِي إِذَا رَجُلٌ يُحَرِّكُنِي بِرِجْلِهِ فَقَال (( إَّنَّ هَذِهَ ضِجْعَةٌ يُبْغِضَها اللهُ)) قال فَنَظَرْتُ، فَإِذَا رَسُولُ اللهِ

"Dari Ya’isy bin Thihfah ia berkata,”Ayahku berkata,” Ketika aku berbaring (menelungkup) di atas perutku di dalam masjid, tiba-tiba ada seseorang yang menggoyangkan tubuhku dengan kakinya lantas ia berkata,” Sesungguhnya cara tidur seperti ini dibenci Allah” Ia berkata,”Akupun melihatnya ternyata orang itu adalah Rasululullah” [4]

Syaikh Salim Al-Hilali menandaskan dalam Bahjatun Nazhirin, tidur menelungkup di atas perut adalah haram hukumnya. Ia juga merupakan cara tidur ahli neraka.

Dan dalam hadits lain Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga melarang kita tidur dengan posisi sebagian tubuh terkena matahari dan sebagiannya lagi tidak.

Dari Abi Hurairah Radhiyallahu 'anhu ia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

إِذَ كَان أَحَدُكُمْ في الشَمْسِ فَقَلَصَ عَنْهُ الظِلُّ، فَصَارَ بَعْضُهُ في الشَمْسِ و بَعْضُهُ في الظِلُّ فَلْيَقُمْ

“Jika salah seorang diantara kalian berada di bawah matahari, kemudian bayangan beringsut darinya sehingga sebagian tubuhnya berada di bawah matahari dan sebagiannya lagi terlindung bayangan, maka hendaklah dia berdiri (maksudnya tidak tetap berada di tempat tersebut)” [5]

Tentang tidur siang, sebagian ulama ada yang membaginya ke dalam tiga kategori:

Pertama : Tidur siang pada tengah hari saat matahari bersinar terik. Tidur ini biasa dilakukan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Kedua : Tidur pada waktu dhuha. Tidur ini sebaiknya ditinggalkan, karena membuat kita malas serta lalai untuk berusaha meraih kemashlatan dunia dan akhirat

Ketiga : Tidur pada waktu ashar. Ini merupakan waktu tidur yang paling jelek.

Sebagian salaf juga membenci tidur waktu pagi. Ibnu Abbas pernah mendapati putranya tidur pada pagi hari, lantas ia berkata kepadanya,”Bangunlah, apakah engkau tidur pada saat rizki dibagikan?”

Oleh karena itu sebaiknya tidur pagi ini ditinggalkan kecuali karena ada satu alasan yang menuntut. Karena tidur pagi ini memberikan efek negatif bagi tubuh berupa tertimbunnya sisa-sisa makanan di dalam perut yang seharusnya terurai dengan berolahraga juga menimbulkan berbagai penyakit.

Di atas telah disinggung bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidur pada awal malam dan bangun pada pertengahan malam. Beliau bangun ketika mendengar kokok ayam jantan dengan memuji Allah dan berdoa.

الحَمْدُ اللهِ الَذِي أَحْيَاناَ بَعْدَ ما أَمَاتَناَ وَ إِلَيْهِ النُشُور

“Segala puji bagi Allah Yang telah menghidupkan kami setelah mematikan kami, dan kepadanya seluruh makhluk kan dibangkitkan” [6]

Lalu Beliau bersiwak kemudian berwudhu dan shalat. Satu pengaturan yang memberikan hak bagi fisik serta jiwa manusia sekaligus. Karena istirahat yang cukup akan memulihkan kekuatan tubuh dan menopang kita agar dapat beraktivitas dan beribadah dengan baik. Adapun shalat, merupakan aktivitas ritual yang akan memberikan ketenangan bagi jiwa.

Dalam satu hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

مَنْ تَعَارَّ مَنَ اللَيْلِ فقَال حِيْنَ يَسْتَيْقِظُ: لا إله اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ له، لَهُ المُلْكُ وَ لَهُ الحَمْدُ يُحْيِي وَ يُمِيْتُ،بِيَدِهِ الخَيْرُ و هو على كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، سُبْحَان الله وَ الحَمْدُ للهِ ولا إله إلا اللهُ و اللهُ أَكْبَرُ و لا حَوْلَ و لا قُوَّةَ إلاَّ بالله، ثُمَّ قَال: اللهُمَّ اغْفِرْ لِي أَوْدَعا اسْتُجِيبَ لَهُ، فَإِنْ قَامَ فَتَوَضَأُ ثُمَّ صَلَّى قُبِلَتْ صَلاَتُهُ

“Barangsiapa bangun pada malam hari, kemudian ia berdoa,” Tiada illah yang berhak disembah melainkan Allah semata, tiada sekutu baginya, milikNyalah segala kerajaan dan pujian, Yang Maha menghidupkan dan mematikan, di tanganNyalah segenap kebaikan dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Maha Suci Allah, segala puji bagiNya dan tiada illah yang berhak disembah kecuali Allah, Allah Maha Besar, tiada daya serta upaya melainkan dengan pertolongan Allah” kemudian setelah itu berdoa,” Ya Allah ampunilah aku” ataupun doa yang selain itu niscaya dikabulkan doanya. Kemudian apabila ia bangkit berwudhu lalu shalat maka akan diterima shalatnya,”[7]

Sekiranya kita mengkaji lembar-lembar sunnah niscaya kita kan mendapatkan petunjuk Rasulullah yang sempurna bagi umatnya. Tidak akan ada yang mengingkarinya kecuali orang yang memiliki sifat nifaq dan hasad dalam hatinya. Beliau telah memberikan teladan bagaimana kita meraih keridhaan ilahi dalam setiap detik dari hidup kita, kendati dalam masalah tidur.
Maka sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
.
Wallahu a’lamu bishshawab
Amatullah

Maraji:
1. Alquranul Azhiem berikut terjemahannya
2. Zaadul Ma’ad
3. Riyadush shalihin
4. Bahjatun nazhirin

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun VII/1424H/2003 Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]
_______
Footnote
[1]. Taisir Karimir Rahman 2/402 dengan rigkas
[2]. H.R Al Bukhari 11/93,95 dan Muslim (2710)
[3]. Bahjatun nazhirin hal 106
[4]. H.R Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad
[5]. H.R Abu Dawud (4821), Ahmad 2/383
[6]. H.R Al Bukhari
[7]. H.R Al Bukhari dan selain beliau

Tidur Dalam Tatanan Sunnah



TIDUR DALAM TATANAN SUNNAH

Tidur Sebagai Satu Diantara Tanda Kekuasaan Allah Azza wa Jalla.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

وَمِنْ ءَايَاتِهِ مَنَامُكُم بِالَّليْلِ وَالنَّهَارِ وَابْتِغَآؤُكُم مِّن فَضْلِهِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لأَيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَسْمَعُونَ

"Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya adalah tidurmu diwaktu malam dan siang hari serta usahamu mencari sebagian dari karuniaNya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan". [Ar Rum: 23]

Syaikh Abdur Rahman Bin Nashir As Sa’di berkata ketika menafsirkan ayat di atas, “Tidur merupakan satu bentuk dari rahmat Allah sebagaimana yang Ia firmankan.

وَمِن رَّحْمَتِهِ جَعَلَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ لِتَسْكُنُوا فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا مِن فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

"Dan karena rahmatNya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebagian dari karuniaNya (pada siang hari) dan supaya kamu bersyukur". [Al Qashahs: 73].

Maka berdasarkan konsekwensi dari kesempurnaan hikmahNya, Ia menjadikan seluruh aktivitas makhluk berhenti pada suatu waktu (yakni pada malam hari) agar mereka beristirahat pada waktu tersebut, dan kemudian mereka berpencar pada waktu yang lain (yakni pada siang hari) untuk berusaha mendapatkan kemashlatan dunia dan akhirat. Hal yang demikian itu tidak akan sempurna berlangsung kecuali dengan adanya pergantian siang dan malam. Dan Dzat Yang Maha Kuasa mengatur semua itu tanpa bantuan siapapun, Dialah yang berhak disembah” [1]

Jadi tidak hanya sebagai rutintas semata, tidur juga merupakan satu wujud dari rahmatNya nan luas dan kemahakuasanNya yang sempurna. Padanya tersimpan hikmah dan kemashlahatan bagi para makhluk. Tidur juga merupakan satu simbol akan kekuasaanNya untuk membangkitkan makhluk setelah Ia mematikan mereka.

Setidaknya tidur memiliki dua manfaat penting , sebagaimana yang dituturkan Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Zaadul Maad.

Pertama : Untuk menenangkan dan mengistirahatkan tubuh setelah beraktivitas. Sebagaimana firman Allah.

وَجَعَلْنَا نَوْمَكُمْ سُبَاتًا

"Dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat". [An Naba : 9]

Kedua : Untuk menyempurnakan proses pencernaan makanan yang telah masuk ke dalam tubuh. Karena pada waktu tidur, panas alami badan meresap ke dalam tubuh sehingga membantu mempercepat proses pencernaaan.

TELADAN RASULULLAH DALAM MASALAH TIDUR
Pola tidur seseorang memiliki kontribusi cukup penting bagi aktivitasnya secara keseluruhan.

Kebiasaan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang waktu tidur adalah teladan terbaik. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tidaklah tidur melampaui batas yang dibutuhkan tubuh, tidak juga menahan diri untuk beristirahat sesuai kebutuhan. Inilah prinsip pertengahan yang Beliau ajarkan. Selaras dengan fitrah manusia. Jauh dari sikap ifrath (berlebih-lebihan) ataupun tafrith (mengurangi atau meremehkan).

Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam biasa tidur pada awal malam dan bangun pada pertengahan malam. Pada sebagian riwayat dijelaskan, Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tidur berbaring di atas rusuk kanan Beliau. Terkadang Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tidur terlentang dengan meletakkan salah satu kakinya di atas yang lain. Sesekali Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam letakkkan telapak tangannya di bawah pipi kanan Beliau. Kemudian Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berdoa. Satu catatan penting juga, Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tidaklah tidur dalam kondisi perut penuh berisi makanan.

Diantara doa yang Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam ajarkan untuk dibaca sebelum tidur adalah sebagaimana yang tertuang dalam hadits berikut.

عَنِ البَرَّاء بنِ عَازِب، أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم قَالَ: (( إِذَا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ فَتَوَضَأْ وُضُوءَكَ للصَلاةِ، ثُمَّ اضْطَّجِعْ على شِقِّكَ الأَيْمَنِ، ثُمَّ قُلْ: اللهُمَّ إِنِّي اَسْلَمْتُ نَفْسِي إِلَيْكَ، وَوَجَهْتُ وَجْهِي إِلَيْكَ، وَ فَوَضْتُ أَمْرِي إِلَيْكَ وَ أَلْجَأْتُ ظَهْرِي إِلَيْكَ رَغْبَةً وَ رَهْبَةً إِلَيْكَ لاَ مَلْجَأَ وَ لاَ مَنْجَا منك إَلاّ إِلَيْكََ ، أَمَنْتُ بِكِتَابٍكَ الَّذِي أَنْزَلْتَ وَ بِنَبِيِّكَ الذي أَرْسَلْتَ وَ اجْعَلْهُنَّ آخِرَ كَلاَمِكَ فَإِنْ مِتَّ مِنْ لَيْلَتِكَ مِتَّ على الفِطْرَة))

"Dari al Barra bin Azib, bahwa Rasululah bersabda,”Jika engkau hendak menuju pembaringanmu, maka berwudhulah seperti engkau berwudhu untuk shalat, kemudian berbaringlahlah di rusukmu sebelah kanan lalu ucapkanlah doa:” Ya Allah sesungguhnya aku menyerahkan jiwaku hanya kepadaMu, kuhadapkan wajahku kepadaMu, kuserahkan segala urusanku hanya kepadamu, kusandarkan punggungku kepadaMu semata, dengan harap dan cemas kepadaMu, aku beriman kepada kitab yang Engkau turunkan dan kepada nabi yang Engkau utus” dan hendaklah engkau jadikan doa tadi sebagai penutup dari pembicaranmu malam itu. Maka jika enkau meninggal pada malam itu niscaya engkau meninggal di atas fitrah” [2]

Berkenaan dengan hadits di atas, Syaikh Salim Al-Hilali berkomentar,” Lafazh-lafazh doa merupakan hal yang bersifat tauqifiyah (tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil), lafazh tersebut memiliki kekhususan tersendiri dan rahasia-rahasia yang tidak dapat dimasuki oleh qiyas. Maka wajib menjaga lafazh tersebut seperti apa yang datang dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Oleh karena itu ketika Al Barra tersalah mengucapkan,” وَ برَسُولِكَ الذي أَرْسَلْتَ” Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengoreksinya dengan berkata,”Bukan begitu [3], وَ بِنَبِيِّكَ الذي أَرْسَلْت َ”

Posisi berbaring seperti yang dijelaskan dalam hadits di atas adalah posisi tidur terbaik yang sangat bermanfaat bagi tubuh. Karena pada posisi miring ke kanan, makanan berada dalam lambung dengan stabil sehingga proses pencernaan berlangsung lebih efektif.

Adapun tentang posisi tidur yang terlarang, hadits berikut akan menjelaskan kepada kita.

عَنْ يَعِيْشَ بن طِخْفَةَ الغِفَاري رَضِي الله عنه قال : قال أَبي بَيْنَمَا أَناَ مُضْطَجِعٌ في المَسْجِد ِعَلى بَطْنِي إِذَا رَجُلٌ يُحَرِّكُنِي بِرِجْلِهِ فَقَال (( إَّنَّ هَذِهَ ضِجْعَةٌ يُبْغِضَها اللهُ)) قال فَنَظَرْتُ، فَإِذَا رَسُولُ اللهِ

"Dari Ya’isy bin Thihfah ia berkata,”Ayahku berkata,” Ketika aku berbaring (menelungkup) di atas perutku di dalam masjid, tiba-tiba ada seseorang yang menggoyangkan tubuhku dengan kakinya lantas ia berkata,” Sesungguhnya cara tidur seperti ini dibenci Allah” Ia berkata,”Akupun melihatnya ternyata orang itu adalah Rasululullah” [4]

Syaikh Salim Al-Hilali menandaskan dalam Bahjatun Nazhirin, tidur menelungkup di atas perut adalah haram hukumnya. Ia juga merupakan cara tidur ahli neraka.

Dan dalam hadits lain Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga melarang kita tidur dengan posisi sebagian tubuh terkena matahari dan sebagiannya lagi tidak.

Dari Abi Hurairah Radhiyallahu 'anhu ia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

إِذَ كَان أَحَدُكُمْ في الشَمْسِ فَقَلَصَ عَنْهُ الظِلُّ، فَصَارَ بَعْضُهُ في الشَمْسِ و بَعْضُهُ في الظِلُّ فَلْيَقُمْ

“Jika salah seorang diantara kalian berada di bawah matahari, kemudian bayangan beringsut darinya sehingga sebagian tubuhnya berada di bawah matahari dan sebagiannya lagi terlindung bayangan, maka hendaklah dia berdiri (maksudnya tidak tetap berada di tempat tersebut)” [5]

Tentang tidur siang, sebagian ulama ada yang membaginya ke dalam tiga kategori:

Pertama : Tidur siang pada tengah hari saat matahari bersinar terik. Tidur ini biasa dilakukan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Kedua : Tidur pada waktu dhuha. Tidur ini sebaiknya ditinggalkan, karena membuat kita malas serta lalai untuk berusaha meraih kemashlatan dunia dan akhirat

Ketiga : Tidur pada waktu ashar. Ini merupakan waktu tidur yang paling jelek.

Sebagian salaf juga membenci tidur waktu pagi. Ibnu Abbas pernah mendapati putranya tidur pada pagi hari, lantas ia berkata kepadanya,”Bangunlah, apakah engkau tidur pada saat rizki dibagikan?”

Oleh karena itu sebaiknya tidur pagi ini ditinggalkan kecuali karena ada satu alasan yang menuntut. Karena tidur pagi ini memberikan efek negatif bagi tubuh berupa tertimbunnya sisa-sisa makanan di dalam perut yang seharusnya terurai dengan berolahraga juga menimbulkan berbagai penyakit.

Di atas telah disinggung bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidur pada awal malam dan bangun pada pertengahan malam. Beliau bangun ketika mendengar kokok ayam jantan dengan memuji Allah dan berdoa.

الحَمْدُ اللهِ الَذِي أَحْيَاناَ بَعْدَ ما أَمَاتَناَ وَ إِلَيْهِ النُشُور

“Segala puji bagi Allah Yang telah menghidupkan kami setelah mematikan kami, dan kepadanya seluruh makhluk kan dibangkitkan” [6]

Lalu Beliau bersiwak kemudian berwudhu dan shalat. Satu pengaturan yang memberikan hak bagi fisik serta jiwa manusia sekaligus. Karena istirahat yang cukup akan memulihkan kekuatan tubuh dan menopang kita agar dapat beraktivitas dan beribadah dengan baik. Adapun shalat, merupakan aktivitas ritual yang akan memberikan ketenangan bagi jiwa.

Dalam satu hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

مَنْ تَعَارَّ مَنَ اللَيْلِ فقَال حِيْنَ يَسْتَيْقِظُ: لا إله اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ له، لَهُ المُلْكُ وَ لَهُ الحَمْدُ يُحْيِي وَ يُمِيْتُ،بِيَدِهِ الخَيْرُ و هو على كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، سُبْحَان الله وَ الحَمْدُ للهِ ولا إله إلا اللهُ و اللهُ أَكْبَرُ و لا حَوْلَ و لا قُوَّةَ إلاَّ بالله، ثُمَّ قَال: اللهُمَّ اغْفِرْ لِي أَوْدَعا اسْتُجِيبَ لَهُ، فَإِنْ قَامَ فَتَوَضَأُ ثُمَّ صَلَّى قُبِلَتْ صَلاَتُهُ

“Barangsiapa bangun pada malam hari, kemudian ia berdoa,” Tiada illah yang berhak disembah melainkan Allah semata, tiada sekutu baginya, milikNyalah segala kerajaan dan pujian, Yang Maha menghidupkan dan mematikan, di tanganNyalah segenap kebaikan dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Maha Suci Allah, segala puji bagiNya dan tiada illah yang berhak disembah kecuali Allah, Allah Maha Besar, tiada daya serta upaya melainkan dengan pertolongan Allah” kemudian setelah itu berdoa,” Ya Allah ampunilah aku” ataupun doa yang selain itu niscaya dikabulkan doanya. Kemudian apabila ia bangkit berwudhu lalu shalat maka akan diterima shalatnya,”[7]

Sekiranya kita mengkaji lembar-lembar sunnah niscaya kita kan mendapatkan petunjuk Rasulullah yang sempurna bagi umatnya. Tidak akan ada yang mengingkarinya kecuali orang yang memiliki sifat nifaq dan hasad dalam hatinya. Beliau telah memberikan teladan bagaimana kita meraih keridhaan ilahi dalam setiap detik dari hidup kita, kendati dalam masalah tidur.
Maka sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
.
Wallahu a’lamu bishshawab
Amatullah

Maraji:
1. Alquranul Azhiem berikut terjemahannya
2. Zaadul Ma’ad
3. Riyadush shalihin
4. Bahjatun nazhirin

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun VII/1424H/2003 Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]
_______
Footnote
[1]. Taisir Karimir Rahman 2/402 dengan rigkas
[2]. H.R Al Bukhari 11/93,95 dan Muslim (2710)
[3]. Bahjatun nazhirin hal 106
[4]. H.R Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad
[5]. H.R Abu Dawud (4821), Ahmad 2/383
[6]. H.R Al Bukhari
[7]. H.R Al Bukhari dan selain beliau

Mengapa Wanita Harus Berhijab?

Selasa, 30 Nopember 2010 16:31:29 WIB

MENGAPA WANITA HARUS BERHIJAB?


Pertanyaan ini sangat penting namun jawabannya justru jauh lebih penting. Satu pertanyaan yang membutuhkan jawaban yang cukup panjang. Jilbab atau hijab merupakan satu hal yang telah diperintahkan oleh Sang Pembuat syariat. Sebagai syariat yang memiliki konsekwensi jauh ke depan, menyangkut kebahagiaan dan kemashlahatan hidup di dunia dan akhirat. Jadi, persoalan jilbab bukan hanya persoalan adat ataupun mode fashion Jilbab adalah busana universal yang harus dikenakan oleh wanita yang telah mengikrarkan keimanannya. Tak perduli apakah ia muslimah Arab, Indonesia, Eropa ataupun Cina. Karena perintah mengenakan hijab ini berlaku umum bagi segenap muslimah yang ada di setiap penjuru bumi.

Berikut kami ulas sebagian jawaban dari pertanyaan di atas:

Pertama : Sebagai bentuk ketaatan kepada Allah dan RasulNya.
Ketaatan merupakan sumber kebahagian dan kesuksesan besar di dunia dan akherat. Seseorang tidak akan merasakan manisnya iman manakala ia enggan merealisasikan,mengaplikasikan serta melaksanakan segenap perintah Allah dan RasulNya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

وَمَن يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

"Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar". [Al Ahzab:71]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

ذَاقَ طَعْمَ الإِيماَنِ مَنْ رَضِيَ بالله رَباًّ وَبالإسْلامِ دِيْناً وَبِمُحَمَّدٍ رَسُوْلًا.

"Sungguh akan merasakan manisnya iman, seseorang yang telah rela Allah sebagaiRabb, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai Rasul utusan Allah". [HR Muslim].

Kedua : Pamer aurat dan keindahan tubuh merupakan bentuk maksiat yang mendatangkan murka Allah dan RasulNya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

وَمَن يَعْصِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً مُّبِينًا

"Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata". [Al Ahzab:36].

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

كُلُّ أُمَّتِي مُعَافىً إلاَّ المُجَاهِرُن.

"Setiap umatku (yang bersalah) akan dimaafkan, kecuali orang yang secara terang-terangan (berbuat maksiat)". [Muttafaqun alaih].

Sementara wanita yang pamer aurat dan keindahan tubuh sama artinya dia telah berani menampakkan kemaksiatan secara terang-terangan.

Ketiga : Sesungguhnya Allah memerintahkan hijab untuk meredam berbagai macam fitnah (kerusakan)

Jika berbagai macam fitnah redup dan lenyap, maka masyarakat yang dihuni oleh kaum wanita berhijab akan lebih aman dan selamat dari fitnah. Sebaliknya, masyarakat yang dihuni oleh wanita yang gemar bertabarruj (berdandan seronok), pamer aurat dan keindahan tubuh, sangatlah rentan terhadap ancaman berbagai fitnah dan pelecehan seksual serta gejolak syahwat yang membawa malapetaka dan kehancuran yang sangat besar. Jasad yang bugil jelas akan memancing perhatian dan pandangan berbisa. Itulah tahapan pertama bagi penghancuran dan pengrusakan moral dan peradaban sebuah masyarakat.

Keempat : Tidak berhijab dan pamer perhiasan akan mengundang fitnah bagi laki-laki.

Seorang wanita apabila memamerkan bentuk tubuh dan perhiasannya di hadapan laki-laki non mahram, jelas akan mengundang perhatian kaum laki-laki hidung belang dan serigala berbulu domba. Jika ada kesempatan mereka pasti akan memangsa dengan ganas laksana singa sedang kelaparan.
Seorang penyair berkata,

نظرة فإبتسامة فسلام * فكلام فموعد فلقاء.

"Berawal dari pandangan lalu senyuman kemudian salam disusul pembicaraan lalu berakhir dengan janji dan pertemuan".

Kelima : Seorang wanita muslimah yang menjaga hijab, secara tidak langsung ia berkata kepada semua kaum laki-laki,“Tundukkanlah pandanganmu, aku bukan milikmu dan kamu juga bukan milikku. Aku hanya milik orang yang dihalalkan Allah bagiku. Aku orang merdeka yang tidak terikat dengan siapapun dan aku tidak tertarik dengan siapapun karena aku lebih tinggi dan jauh lebih terhormat dibanding mereka.”

Adapun wanita yang bertabarruj atau pamer aurat dan menampakkan keindahan tubuh di depan kaum laki-laki hidung belang, secara tidak langsung ia berkata, “Silahkan anda menikmati keindahan tubuhku dan kecantikan wajahku. Adakah orang yang mau mendekatiku? Adakah orang yang mau memandangku? Adakah orang yang mau memberi senyuman kepadaku? Ataukah ada orang yang berseloroh,“Aduhai betapa cantiknya dia?”. Mereka berebut menikmati keindahan tubuhnya dan kecantikan wajahnya hingga mereka pun terfitnah.

Manakah di antara dua wanita di atas yang lebih merdeka? Jelas, wanita yang berhijab secara sempurna akan memaksa setiap lelaki untuk menundukkan pandangan mereka dan bersikap hormat ketika melihatnya, hingga mereka menyimpulkan bahwa dia adalah wanita merdeka, bebas dan sejati.

Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta'ala menjelaskan hikmah di balik perintah mengenakan hijab dengan firmanNya.

ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلاَ يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

"Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Pengasih". [Al Ahzab : 59]

Wanita yang menampakkan aurat dan keindahan tubuh serta kecantikan parasnya, laksana pengemis yang merengek-rengek untuk dikasihani. Tanpa sadar mereka rela menjadi mangsa kaum laki-laki bejat dan rusak. Dia menjadi wanita terhina, terbuang, murahan dan kehilangan harga diri dan kesucian. Dan dia telah menjerumuskan dirinya dalam kehancuran dan malapetaka hidup.

SYARAT-SYARAT HIJAB
Hijab sebagai bagian dari syariat islam, memiliki batasan-batasan jelas. Para ulama pembela agama Allah telah memaparkan dalam tulisan-tulisan mereka seputar kriteria hijab. Setiap mukminah hendaknya memperhatikan batasan syariat berkaitan dengan hijab ini. Menjadikan Kitabullah dan Sunnah NabiNya sebagai dasar rujukan dalam beramal, serta tidak berpegang kepada pendapat-pendapat menyimpang dari para pengekor hawa nafsu. Dengan demikian tujuan disyariatkanya hijab dapat terwujud, bi’aunillah.

Diantara syarat-syarat hijab antara lain:

Pertama : Hendaknya menutup seluruh tubuh dan tidak menampakkan anggota tubuh sedikitpun selain yang dikecualikan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلاَيُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّمَاظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ

"Dan katakanlah kepada wanita-wanita mukminat, hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka dan janganlah menampakkan perhiasan mereka kecuali yang biasa nampak dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dada mereka". [An Nuur:31].

Dan juga firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

يَآأَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلاَبِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلاَ يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رَّحِيمًا {59}* لَّئِن لَّمْ يَنْتَهِ الْمُنَافِقُونَ وَالَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ وَالْمُرْجِفُونَ فِي الْمَدِينَةِ لَنُغْرِيَنَّكَ بِهِمْ ثُمَّ لاَيُجَاوِرُونَكَ فِيهَآ إِلاَّ قَلِيلاً

"Wahai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin,“Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang". [Al Ahzab : 59].

Kedua : Hendaknya hijab tidak menarik perhatian pandangan laki-laki bukan mahram. Agar hijab tidak memancing pandangan kaum laki-laki maka harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

-. Hendaknya hijab terbuat dari kain yang tebal tidak menampakkan warna kulit tubuh.
-. Hendaknya hijab tersebut longgar dan tidak menampakkan bentuk anggota tubuh.
-. Hendaknya hijab tersebut bukan dijadikan sebagai perhiasan bahkan harus memiliki satu warna bukan berbagai warna dan motif.
-. Hijab bukan merupakan pakaian kebanggaan dan kesombongan.
Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berikut.

من لبس ثوب شهرة في الدنيا ألبسه الله ثوب مذلة يوم القيامة ثم ألهب فيه النار.

"Barangsiapa yang mengenakan pakaian kesombongan di dunia maka Allah akan mengenakan pakaian kehinaan nanti pada hari kiamat kemudian ia dibakar dalam Neraka”. [HR Abu Daud dan Ibnu Majah, dan hadits ini hasan]

-. Hendaknya hijab tersebut tidak diberi parfum atau wewangian. Dasarnya adalah hadits dari Abu Musa Al Asy’ary Radhiyallahu 'anhu, dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

أَيُّماَ امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَليَ قَوْمٍ لِيَجِدوُا رِيْحَهَافهي زَانِيَةٌ.

"Siapapun wanita yang mengenakan wewangian lalu melewati segolongan orang agar mereka mencium baunya, maka ia adalah wanita pezina". [HR Abu Daud, Nasa’i dan Tirmidzi, dan hadits ini Hasan]

Ketiga : Hendaknya pakaian atau hijab yang dikenakan tidak menyerupai pakaian laki-laki atau pakaian wanita kafir. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ.

"Barangsiapa yang menyerupai kaum maka dia termasuk bagian dari mereka". [HR Ahmad dan Abu Daud]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengutuk laki-laki yang mengenakan pakaian wanita serta mengutuk wanita yang berpakaian seperti laki-laki. [HR Abu daud Nasa’i dan Ibnu Majah, dan hadits ini sahih].

Catatan :
Syaikh Albani dalam kitabnya Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah Fil Kitab Was Sunnah mengatakan, menutup wajah adalah sunnah hukumnya (tidak wajib) akan tetapi yang memakainya mendapat keutamaan. Wallahu a’lam

Tulisan ini saya tujukan kepada saudari-saudariku seiman yang sudah berhijab agar lebih memantapkan hijabnya hanya untuk mencari wajah Allah. Juga bagi mereka yang belum berhijab agar bertaubat dan segera memulainya sehingga mendapat ampunan dari Allah Azza wa Jalla.

Wallahu waliyyut taufiq
(Ummu Ahmad Rifqi )

Maraji’:
-Al Afrah, Ahmad bin Abdul Aziz Hamdani.
-Tanbihaat Ahkaami Takhtasu Bil Mukminaat, Dr. Shalih Fauzan bin Abdullah Al Fauzan.
-Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah Fil Kitabi Was Sunnah, Syaikh Nashiruddin Al Albani.
Keutamaan Kandungan Alqur'an
Al-Qur'an adalah wahyu Ilahi telah diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw sebagai penerang petunjuk dan pedoman serta rahmat yang kekal abadi sampai hari akhir nanti sekaligus menjadi mukjizat dan bukti kebenaran risalah Rasulullah Saw. Dimana ketika mu'jizat-mu'jizat sebelumnya sirna ditelan masa musnah digilas perputaran roda zaman terkubur bersama wafatnya para Rasul pembawanya tetapi Al-Qur'an tetap tegak memancarkan nur Ilahi keseluruh persada bumi.

Perputaran dan pergantian waktu yang disertai dengan berubah dan beragamnya keadaan dan watak manusia tidak akan melunturkannya wafatnya sang panutan Rasulullah Saw pun tidak memudarkannya. Bahkan serentetan aksi pengingkaran dan penyelewengan serta pengubahan terhadap Al-Qur'an tidak membuatnya kabur sedikitpun. Itulah Al-Qur'an kitab mulia yang kekal keberadaan nya langgeng hukumnya iapun kenyal tetap sesuai dengan segala tempat bangsa dan sepanjang masa.

Betapa sempurnanya Al-Qur'an dengan hukum-hukum dan ajaran-ajaran Ilahi yg tetap aktual dan akurat. Ia berbicara tentang berbagai sudut kehidupan tentang aqidah, ibadah, akhlak, muamalah. Pergaulan sesama manusia dan alam sekitarnya tentang politik ekonomi budaya dan lain sebagainya.

Al-Qur'an satu-satunya kitab yang banyak mengandung keajaiban robbani luar biasa baik itu keindahan susunan kata dan kalimatnya ataupun gaya bahasanya tak ada yang mampu menandinginya sekalipun bangsa arab yang ahli sastera dan retorika bahkan seandainya semua manusia dan jin berkumpul dan saling menolong nicaya tidak akan mampu membuatnya. Banyak kisah-kisah di dalamnya tentang hal-hal masa lalu yg terbukti nyata pada saat sekarang ini.

Betapa agungnya Al-Qur'an dan betapa besarnya kasih sayang Allah Swt kepada kita semua maka diturunkanNya Kitab mulia yg menunjukkan manusia ke jalan yang akan menyelamatkannya sekaligus menganugerahkan keutamaan-keutamaan yang tidak terhingga di dalam menelusuri jalan tersebut. Berikut adalah berbagai macam keutamaan yang berkenaan dengan membaca Al-Qur'an dan mempelajarinya.

Keutamaan membaca Al-Qur'an ( Kitabullah)

Membaca Al-Qur'an mendatangkan rahmatnya Allah Swt " Sesungguhnya orang-orang yg selalu membaca Kitabullah dan mendirikan shalat serta menafkahkan sebagian rizqinya yang telah kami anugerahkan kepadanya secara diam-diam dan terang-terangan mereka mengharapkan suatu perniagaan yang tiada merugi agar Allah Swt menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karuniaNya Sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha mensyukuri". Sebagian ulama berpendapat bahwa membaca Al-Qur'an itu lebih utama dari pada membaca tasbih tahlil dan dzikir-dzikir lainnya. Perumpamaan mukmin yang membaca Al-Qur'an. Sabda Nabi Muhammad Saw "Perumpamaan seorang mukmin yang membaca Al-Qur'an ialah ibarat buah utrujjah baunya harum dan enak rasanya sedangkan perumpamaan orang mukmin yang tidak membaca Al-Qur'an adalah ibarat buah kurma tidak berbau tapi manis rasanya. Adapun perumpamaan orang munafik yg membaca Al-Qur'an ialah bagaikan wewangian baunya harum tapi pahit rasanya sedangkan perumpamaan orang munafik yangg tidak membaca Al-Qur'an adalah bagaikan buah hanzolah tidak berbau lagi pahit rasanya".

Pahala membaca Al-Qur'an. Rasulullah Saw bersabda "Barangsiapa membaca satu huruf dari Al-Qur'an dihitung untuknya satu kebaikan dan pahala satu kebaikan adalah sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan "Aliif laam miim" itu satu huruf melainkan Aliif satu huruf Laam satu huruf dan Miim adalah satu huruf".

Al-Qur'an menentukan tinggi atau rendahnya tempat di surga bagi pembacanya. Sabda Nabi Muhammad Saw "Nanti akan dikatakan kepada pembaca Al-Qur'an "Bacalah dan naiklah bacalah ia dengan tartil seperti kamu mentartilkan bacaannya sewaktu di dunia. Sesungguhnya tempatmu itu adalah berdasarkan ayat terakhir yang kamu baca".

Al-Qur'an akan memberi syafa'at kepada pembacanya besok di akhirat Rasulullah Saw bersabda "Bacalah selalu Al-Qur'an sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat nanti untuk memberi syafa'at kepada para pembacanya".

Balasan di akhirat bagi orang tua yang anaknya selalu membaca dan mengamalkan Al-Qur'an Rasulullah Saw bersabda "Barangsiapa selalu membaca Al-Qur'an dan mengamalkannya niscaya Allah akan memakaikan mahkota kepada kedua orang tuanya besok di hari kiamat yang mana cahaya mahkota tersebut lebih indah dari cahaya matahari yang menyinari rumah-rumah dunia. Maka apakah gerangan balasan pahala yang akan dianugerahkan kepada orang yang membaca dan mengamalkan Al-Qur'an itu sendiri? " .

Membaca Al-Qur'an secara kontinyu adalah termasuk dambaan setiap muslim Oleh karena itu mereka yang tidak sempat atau tidak mampu untuk melakukannya akan merasa iri dengan yang lainnya dan inilah iri hati yg dibenarkan agama. Dalam sebuah hadits shahih Rasul Saw bersabda "Tidak diperbolehkan iri hati kecuali terhadap dua hal yakni Kepada seseorang yang dianugerahi Allah Al-Qur'an yang selalu ia lakukan siang dan malam dan kepada seseorang yang diberi Allah harta kekayaan yang selalu menafkahkannya siang dan malam".

Membaca Al-Qur'an akan mendatangkan ketenteraman ketenangan kedamaian dan rahmat Allah akan selalu menyertainya Rasulullah Saw telah bersabda "Jika ada sekelompok orang yang berkumpul di salah satu rumah Allah untuk membaca dan mempelajari kitabullah maka akan turun kepada mereka ketentraman kedamaian dan mereka akan diliputi oleh rahmat serta dikelilingi oleh para malaikat. Dan Allah SWT selalu menyebut mereka di kalangan penduduk langit".

Perlunya mempelajari dan mendalami Al-Qur'an.

Al-Qur'an adalah kitabullah yg suci wahyu Ilaahi yg telah diturunkan Allah kepada Nabi pilihan Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam sebagai rahmat dan petunjuk bagi manusia yg mengandung cahaya robani guna menerangi jalan hidup mereka. Allah SWT berfirman "Sesungguhnya Al-Qur'an ini selalu memberi petunjuk kepada jalan yg lurus". "Hai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu dan telah Kami turunkan cahaya yang terang benderang ". "Hai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhan-Mu dan penyembuh bagi berbagai macam penyakit dalam dada dan menjadi petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman".

Untuk memperoleh hikmah dari turunnya Al-Qur'an kita perlu memahami nya sehingga mengerti maksud dari tiap ayat yang dikandungnya dengan jalan mempelajarinya untuk itu Allah Swt berfirman "Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur'an untuk pelajaran maka adakah orang yang mengambil pelajaran?"

Ini adalah suatu jaminan mutlak dari Allah Swt yg tidak pernah diberikan kepada kitab-kitab sebelumnya suatu jaminan yg maha tinggi dan sangat berharga tersirat di dalamnya suatu bimbingan bagi mereka yg menginginkan konsep hidup yang mapan demi meraih kesejahteraan di dunia dan akherat. Rasulullah Saw selaku penerima wahyu Ilahi ini yg telah mengetahui dgn pasti tentang kebenaran Al-Qur'an memerintahkan ummatnya untuk selalu mempelajarinya sebagaimana sabdaNya "Bahwasanya Al-Qur'an ini adalah hidangan Allah SWT maka belajarlah dari hidanganNya semampu kamu".

Mempelajari Al-Qur'an tidak sebatas hanya belajar membaca saja tetapi ter masuk juga memikirkan memahami mendalami dan sekaligus melaksanakan ajaran-ajarannya. Firman Allah Ta'ala "Ini adalah sebuah Kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yg mempunyai pikiran". "Maka apakah mereka tidak memper hatikan Al-Qur'an ataukah hati mereka terkunci?"

Keutamaan mempelajari dan mendalami Al-Qur'an.

Orang yg paling baik adalah yang mempelajari Al-Qur'an kemudian mengajarkannya. Rasulullah Saw bersabda "Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari Al-Qur'an lantas mengajarkannya".

Allah Swt akan meninggikan atau merendahkan derajat suatu kaum lantaran Al-Qur'an. Sabda Rasulullah Saw "Bahwasanya lantaran Al-Qur'an ini Allah mengangkat derajat suatu kaum dan merendahkan derajat yang lainnya".

Orang yang pandai membaca Al-Qur'an dan selalu membacanya akan bersama para malaikat. Rasulullah Saw bersabda "Orang yang selalu membaca Al-Qur'an dan ia pandai dalam hal itu akan bersama para malaikat yang mulia. Sedangkan orang yang membaca Al-Qur'an dengan terbata-bata dan merasa kesulitan dalam membacanya ia akan mendapatkan dua pahala". Amin

Wallahu a'lam bishawab
Diasuh oleh
Ustadz  Abdoel Rochimi, SE.I, MA, M.Si

Pimp. Perguruan Tinggi STMIK
Daarul Qur'an Antar Bangsa

Perbedaan Laki-laki dan Perempuan jika berbuat salah


dinamika rumah tangga :)
klik gambar untuk memperjelas :)
Bagi anda yang telah menikah, mungkin sering mengalami ini. Saat suami atau istri melakukan kesalahan, tetap saja akhirnya suami yang meminta maaf :-D
Ilustrasi di atas bukan sebuah pembenaran, melainkan hasil pengamatan. Potongan cerita nya pun bukan atas inspirasi saya pribadi, tapi saya dapatkan di sebuah forum jejaring sosial, yang kemudian saya dapati pada kehidupan saya. Untuk lebih menghayati, saya sesuaikan, dengan ilustrasi keluarga muslim.
Anda juga mengalaminya?
Sekali lagi, ini bukan pembenaran. Jika anda juga mengalaminya, ada baiknya mulai sedikit menyesuaikan dan memahami. Laki-laki dan perempuan adalah dua makhluk yang berbeda, bahkan bertentangan. Namun dibuat bukan untuk saling menentang, tapi saling melengkapi.
Perbedaan pendapat adalah hal yang biasa. Sebab disitulah ruang-ruang untuk mengerti, memahami, menumbuhkan cinta, dan menghargai satu sama lain. Apalagi jika telah dbingkai oleh syariat, dan mendapatkan label halal.

Remaja dan Membaca

Mampir ke toko buku, ingatan saya jadi kembali ke masa-masa remaja. Masa-masa masih sekolah di . Dulu, saya senang sekali berkunjung ke persewaan buku setiap hari Sabtu, pulang sekolah. Kenapa hari Sabtu? karena bisa meminjam buku 2 hari dengan bayaran sehari. Hari Minggu persewaan libur.
Saya memang penggemar komik dan novel. Bukan novel percintaan atau teenlit. Saya tidak selera.
Saya suka komik jepang jadul yang tokohnya masih lugu-lugu. Bukan komik jepang sekarang, yang diwakili ‘nakayoshi’, dengan ‘ciuman dan pelukan’ sebagai tema utama. Kebanyakan. Tokohnya pun tidak berkarakter. Tidak menarik.
Saya juga suka novel-novel remaja lucu. Kalo jaman dulu ada Lupus, Olga, yang konyol, tapi humornya cerdas. Saya suka.
Dulu masa-masa remaja saya memang hanya seputar sekolah, persewaan buku, dan rumah teman. Belum ada facebook, twitter, Mall, dan sebagainya. Kuper ya? memang. Dan saya bangga :-)
Setidaknya, meski bukan aktifis rohis, saya jauh dari gaya hidup hedonis, cewe-cewe gaul, nongkrong di Mall, kenalan sama cowok, kencan, dsb. Alasan simpel : uang jajan saya terbatas. Jadi, gimana mau nongkrong di Mall ato ke internet terus-terusan? :-) alhamdulillah…
Bisa dibilang, saya dulu ‘kutu buku’. Saya senang membaca. Meski bukan sejenis Harry Potter maupun Lord of the Ring, ato science fiction yang njelimet dan tebal, tapi waktu luang saya sibuk dengan membaca.
remaja dan pilihan pola pikir nya :-)
Kadang, saya membayangkan, jika saya remaja di jaman sekarang, apakah saya juga seperti ABG-ABG yang saya amati di facebook itu. Dengan bahasa alay yang susah dimengerti, yang membacanya membutuhkan konsentrasi penuh untuk mengartikan. Apakah juga akan memasang pose alay di foto profil, yang benar-benar membuat wajahnya sama satu sama lain. Melihatnya saja saya capek. Apalagi yang foto. Bibirnya dimonyong-monyongin gitu. Memang ngga PeDe ya dengan wajah asli?hihihi :-D
Ah,.. saya yakin tidak. Sampai kapan pun, saya senang menjadi diri saya sendiri. Dengan identitas yang lain, yang tidak sama dengan kebanyakan. Seperti sekarang. Insya Allah..

Apa yang remaja sekarang alami, kadang saya juga tidak mengerti. Mungkin setiap masa sama, mereka terbagi menjadi bermacam-macam jenis. Nah, yang sering terlihat adalah mereka yang mayoritas. Mereka yang semakin lama semakin banyak. Entah karena takut dikatakan ‘berbeda’ sendiri, takut kehilangan komunitas, takut dicap kuper, ngga gaul, akhirnya membuat mereka seperti bunglon. Mereka beranjak menyerupai kawan-kawan yang lain. Padahal barangkali mereka pun tidak mengerti dengan apa yang mereka dapatkan dari yang mereka lakukan.
Menjadi ‘asing’ memang tidak mudah. Disaat teman-teman yang lain pulang sekolah jalan-jalan ke Mall, memasang foto alay di fb, menulis dengan bahasa alay di SMS ataupun di internet, nongkrong di tempat-tempat tak jelas, mereka mampir ke toko buku atau persewaan buku.
Tempat yang asing. Ya, toko buku atau persewaan buku. Nampaknya dua tempat ini sangat ‘aneh’ bagi remaja. Kecuali mereka yang tidak teramat memperdulikan eksistensi, kebutuhan untuk diperhatikan, ataupun ‘pengakuan’.
Level yang semakin parah adalah jika sudah sampai pada pengakuan kalau punya pacar itu hebat. Ini yang paling memprihatinkan. Mereka berlomba-lomba menjadi seperti yang lain, agar diperhatikan lawan jenis, dan mendapat pasangan.
Level terparah, adalah jika tidak berbuat macam-macam dengan pacarnya, maka mereka ‘aneh’.
Hmm… tidak heran kalau banyak ditemui di jejaring sosial status mereka paling tidak pasti ‘berpacaran dengan’ atau ‘in relationship with’. Dengan foto-foto adegan berpelukan, cium pipi, diumbar ke publik. Naudzubillah..

Mereka pasti sibuk. Memikirkan pacarnya, penampilannya, orang-orang yang membicarakannya dengan pacarnya, dsb. Hanya seputar itu. Dunia yang monoton saya pikir.
Bukankah ada dunia yang sebenarnya jauh lebih menarik? Misal refreshing dengan buku. Wawasan menjadi lebih luas, mengasah kekreatifitasan mereka, menjauhkan dari hal-hal negatif, mempertajam pemikiran, membuka pikiran. Banyak tawaran buku. Kisah remaja, buku misteri, komik, humor, buku-buku remaja Islami yang juga semakin marak..Itu jauh lebih positif.
Bagaimanapun, menjadi ‘terasing’ dan berbeda adalah pilihan yang hanya dibuat oleh mereka yang spesial. Menjadi baik itu juga pilihan. Menjadi unik, namun lebih berkualitas, itu juga pilihan..( 31012011)

Saya malu, ukhti…

Saya benar-benar malu pada nya. Ketika saya terpuruk, dan protes pada nasib, Allah mempertemukan saya dengan akhwat  ini.

Kadang saya berpikir “Ya, Allah.. saya hanya ingin segera bertemu dengan kekasih saya. Secepatnya. Toh, bumi akan tetap berputar jika kami segera bertemu.. tapi kenapa Kau siksa kami dengan jarak dan waktu ini,.. Ya Rabb..”
hmm.. rintihan putus asa, yang tidak berguna ternyata. Dibandingkan akhwat yang saya temui, saya jaaauh lebih beruntung. Ada batas waktu. Dan ruang.
Sebenarnya saya tidak tega untuk menuliskan ini. Tapi padanya, saya merasa malu. Padanya, saya merasa saya bukan orang yang bersyukur.
Ketika saya mengatakan 1 Minggu itu sangat lama, dia mengatakan “Hidup ini singkat, akh..pasti ada yang lebih baik dari aq,,smoga akhi mendapat istri yg sholihah” ya… betapa tidak bersyukurnya saya..
Saya masih memiliki hitungan bulan, hari, tanggal.. untuk bertemu lagi dengan belahan hati saya. Saya masih bisa mendengar suaranya, menatap wajahnya meski terbatasi layar, merencanakan masa depan yang masih bisa kami tatap, merasakan kehadirannya..nyata..
hm.. saya tetap tidak berani menuliskannya, ternyata..
“Terima kasih, ukhti.. kau membuatku merasa lebih menghargai nikmat ini….”
Astaghfirullah, Ya Rabb… atas ketidak syukuran ku pada nikmatMu…

Agung Danarto: "Jangan Hanya Kesalehan Individual"

Malang- Dr. Agung Danarto, seketaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah didampingi, Dr. Muhadjir Effendy, MAP saat berkesempatan memberi ceramah di hadapan seluruh dosen dan karyawan UMM. Untuk kali yang pertama, Seketaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Dr. Agung Danarto berkesempatan memberi ceramah di hadapan seluruh dosen dan karyawan UMM di ruang teater UMM Dome, Jumat (21/01/2011). Agung didampingi rektor, Dr. Muhadjir Effendy, MAP, berbicara mengenai beramal melalui wadah Muhammadiyah.
Rektor mengingatkan agar warga Muhammadiyah tidak terlampau fanatik hingga menjadikan Muhammadiyah sebagai agama. Menurutnya, Muhammadiyah adalah pilihan cara ber-amar ma’ruf nahi munkar. “Ini adalah cara untuk berhikmat melalui Muhammadiyah. Tapi yang terpenting adalah harus Islam dulu baru ber-Muhammadiyah,” kata Muhadjir memulai acara.
Sementara itu Agung memberikan apresiasi kepada kekhusukan para dosen dan karyawan UMM dalam bekerja. Menurutnya, kinerja para dosen dan karyawan itu hampir sama dengan berjihad karena telah mampu berdakwa dan menghantarkan UMM menjadi PTM terbaik di Indonesia.
Mengutip Q.S An-Nisa ayat 59, Agung menyerukan agar kita kembali merujuk pada Al-Quran dan As-Sunah. Umat Islam harus beriman kepada Allah dan Ulul Amri, yang artinya meyakini kebenaran Al-Quran sebagai wahyu-Nya, dan Hadits yang dibawakan oleh  Rosul Muhammad SAW.
“Ulul Amri juga bisa berarti mereka yang memegang urusan. Kalau di UMM ya rektor ini yang dijadikan panutan,” kata Agung menyontohkan.
Namun demikian, ada praktik beragama yang menggunakan sumber lain di luar Al-Quran dan Hadits. Sumber tradisi itu digunakan sesuai dengan zamannya sehingga boleh ditinggalkan. Semua kelompok umat di Indonesia mengaku bersumber pada Al-Quran dan Hadits, tetapi dalam praktiknya ternyata berbeda-beda. “Misalnya, pada Muhammadiyah, pengajar boleh primer asal dapat dipertanggung jawabkan. Tapi kalau di LDII pengajaran harus melalui orang–orang yang memiliki silsilah dengan nabi Muhammad,” ujarnya menyontohkan.
Demikian juga antara Muhammadiyah dengan NU. Di NU, pengajarannya diakses melalui media para ulama. Hal itu berkaitan dengan sejarah Islamisasi di Indonesia, yaitu Islam tasawuf atau syarikat yang bisa dialkulturasi dengan Hindu–Budha. “Ini berbeda dengan Muhammadiyah, dimana akultrasi budaya lokal yang tidak ketemu dalam tradisi nabi, maka Muhammadiyah tidak mengembangkannya,” lanjut Agung.
Lebih lanjut, Agung menguraikan, Muhammadiyah memahami akal dan pikiran, tapi tidak membebaskan akal karena harus dijiwai dengan nilai–nilai ajaran Islam. Dicontohkannya, perbedaan antara Muhammadiyah dan NU dalam menentukan jatuhnya bulan Ramadhan dan Syawal, pada tradisi NU, hal itu dipahami sebagai ta’abudi atau bagian dari ibadah, sedangkan pada Muhammadiyah dianggap sebagai sesuatu yang bisa dinalar.
Dalam hal lainnya, disebutkan pula seruan memelihara jenggot yang didukung oleh hadits yang sahih tapi tidak banyak diikuti para anggota Muhammadiyah. Syalafiah mengganggap memelihara jenggot adalah sebuah kewajiban yang digunakan sebagai identitas. Memang benar dikatakannya hal tersebut diperintahkan nabi, tetapi saat itu digunakan sebagai pembeda dengan orang musryik.
Disimpulkannya, Islam sebagai agama yang membawa kesejahteraan umat manusia di segala zaman dan tempat yang bersifat universal. “Kalau kita copy paste semua yang dilakukan nabi maka terjadi primitifisme dan Arabisasi karena merujuk pada abad ketujuh yang sudah out of date,” tandas Agung. Muhammadiyah harus menjadi ajaran yang kaffah pada bidang semua bidang seperti ekonomi, pendidikan dan sosial dan tidak berfokus pada ibadah dan kesalehan individual saja. (rwp/nas)

ZULHIJAH, TAHUN BARU HIJRIAH DAN KALENDER ISLAM GLOBAL


ZULHIJAH, TAHUN BARU HIJRIAH DAN
KALENDER ISLAM GLOBAL

Syamsul Anwar

            Bulan Zulhijah adalah bulan penutup tahun dalam sistem penanggalan Islam. Sesudah itu dimulai tahun Hijriah baru. Bulan Zulhijah 1431 H yang sedang berjalan sekarang tinggal beberapa hari lagi. Mulai Selasa 7 Desember 2010 M, tahun baru Hijriah 1432 dimulai. Tampaknya seluruh penanggalan Islam di negeri-negeri Muslim akan memulai tahun baru hijriah serentak. Kecuali minoritas Muslim di beberapa negeri yang terletak di timur dan utara seperti Korea, Jepang, dan Rusia, apabila mereka menggunakan prinsip rukyat, maka tahun baru Hijriah mereka tentu akan dimulai pada hari Rabu 8 Desember 2010 M. Hal itu karena pada hari Senin tanggal 06 Desember 2010 M, hilal belum dapat dilihat pada kawasan itu karena posisinya masih rendah sehingga mereka harus menggenapkan Zulhijah 1431 H tiga puluh hari dan oleh karenanya mereka akan memulai Muharram 1432 H hari Rabu 8 Desember 2010 M.   

Ragaan 1: Visualisasi Imkanu Rukyat Hilal Muharam 1432 H
                     Senin 06 Desember 2010 M


            Sebenarnya konjungsi (ijtimak) jelang Muharam terjadi pada hari Ahad tanggal 05 Desember pukul 17:36:50 Waktu Univesal (=pukul 20:36:50 Waktu Saudi; pukul 00:36:50 WIB Senin 06-12-2010 M). Namun tidak ada kawasan dunia yang diperkirakan akan dapat merukyat hilal pada hari Senin mengingat posisi Bulan masih rendah bahkan di kawasan barat dunia sekalipun. Oleh karena itu hilal Muharam diperkirakan akan terlihat pada hari Senin 06-12-2010 M. Pada hari Senin 06-12-2010 M ini kawasan dunia yang diperhitungkan akan dapat melihat hilal cukup luas termasuk Indonesia apabila cuaca baik. Kurve rukyat pada Ragaan 1 (gambar dibuat berdasarkan al-Maw±q³t ad-Daq³qah karya Audah) memvisualisasikan rukyat saat visibilitas pertama di seluruh dunia. Kawasan dalam kurve (garis lengkung) pada peta  merupakan kawasan yang diperhitungkan akan dapat merukyat hilal Muharam 1432 H pada hari Senin 06-12-2010 M menurut al-Maw±q³t ad-Daq³qah. Sedangkan kawasan di luarnya diperkirakan belum dapat melihat hilal.

            Meskipun kawasan dunia yang diperkirakan akan dapat melihat hilal cukup luas, namun memasuki tahun baru Hijriah 1432 tetap tidak akan sama di seluruh dunia bilamana menggunakan rukyat karena saat visibilitas pertama (Senin 06-12-2010 M) tidak seluruh kawasan bumi dimungkinkan rukyat sebagaimana divisualisasikan oleh Ragaan 1. Itulah alasan mengapa rukyat dikatakan tidak dapat menyatukan penanggalan Islam secara global.

            Perlukah kita menyatukan penanggalan Islam secara global, atau sebaliknya cukup penyatuan lokal saja (pada masing-masing negara)? Jawabannya jelas: Kita perlu menyatukan penanggalan itu secara global dengan prinsip satu hari satu tanggal di seluruh dunia. Seorang penulis mengisyaratkan bahwa adanya kalender global Islam yang menyatukan seluruh umat dalam sistem penanggalan merupakan “suatu tuntutan peradaban” dan “tujuan peradaban yang penting.”[1]

            Bulan Zulhijah adalah alasan terkuat mengapa kita harus menyatukan penanggalan Hijriah secara global (sistem penanggalan tunggal), bukan secara zonal, regional atau lokal. Maksudnya bulan Zulhijah menuntut bahwa penyatuan penanggalan umat Islam tidak cukup dilakukan hanya pada tingkat lokal, misalnya dalam satu negara saja, atau hanya pada tingkat regional seperti dalam kawasan Asia Tenggara saja atau Timur Tengah saja misalnya, melainkan menuntut penyatuan secara global dalam arti kalender Islam harus dibuat untuk seluruh dunia dengan prinsip satu hari satu tanggal dan satu tanggal satu hari di seluruh dunia.

            Hal itu adalah karena bulan Zulhijah mengandung satu macam ibadah yang pelaksanaannya oleh umat Islam terkait dengan peristiwa di lokasi tertentu, sehingga hari pelaksanaannya di berbagai penjuru dunia haruslah sama dengan hari terjadinya peristiwa itu di lokasi tersebut. Ibadah dimaksud adalah puasa Arafah. Ibadah puasa Arafah dilaksanakan pada hari jamaah haji melaksanakan wukuf di Padang Arafah, Mekah, pada tanggal 9 Zulhijah.

            Permasalahannya adalah bahwa umat Islam belum dapat menyatukan kalendernya secara global. Sistem penanggalan Islam yang ada bersifat lokal. Masing-masing membuat penanggalan sesuai dengan lokasinya dan dengan dasar metode yang berbeda. Akibatnya terjadi perbedaan memulai Zulhijah antara Arab Saudi dan kawasan lain di bagian timur bumi maupun di bagian baratnya. Lebih lanjut terjadi perbedaan jatuhnya hari Arafah di Arab Saudi dan kawasan lain tersebut. Apabila tanggal 9 Zulhijah berbeda antara Arab Saudi dan kawasan lain di timur atau di barat, maka terjadi perbedaan masuk Zulhijah dan terjadi perbedaan jatuhnya tanggal 9 Zulhijah (hari Arafah). Pertanyaan yang timbul dalam kaitan ini adalah kapan orang di kawasan yang tanggal 9 Zulhijahnya berebda dengan Arab Saudi itu melaksanakan puasa Arafah? Apabila dilaksanakan pada tanggal 9 Zulhijah sesuai dengan penanggalan lokasi masing-masing yang ternyata berbeda dengan penanggalan Arab Saudi, apakah itu benar-benar puasa Arafah?

            Dalam praktik ada yang menjalankan puasa Arafah dan salat Iduladha sesuai dengan penanggalan di tempat masing-masing meskipun tidak jatuh pada hari yang sama dengan Arab Saudi tempat wukuf dilaksanakan. Sebagian lain mengikuti sepenuhnya terhadap penanggalan Arab Saudi, meskipun sesungguhnya di tempatnya sendiri mulainya bulan Zulhijah lebih kemudian (bagi mereka di kawasan timur bumi) atau lebih dahulu (bagi mereka di kawasan barat bumi). Tetapi ada pula yang beriduladha sesuai dengan penanggalan di tempatnya, namun puasa Arafah diajukan sehari, yakni pada tanggal 8 Zulhijah, dengan alasan menyesuaikan puasa itu dengan hari terjadinya wukuf di Arafah (bagi mereka di kawasan timur bumi). Tetapi tentu hal serupa ini tidak dapat dilakukan oleh orang yang berada di kawasan barat bumi, yaitu mengundur puasa Arafah satu hari dengan alasan menunggu wukuf di Arab Saudi. Karena menunda satu hari lantaran menunggu Arab Saudi berarti mereka melakukan puasa Arafah pada hari di mana semestinya mereka melakukan salat Iduladha.

            Terhadap praktik-praktik seperti ini biasanya masing-masing mencoba memberikan argumen syar’i bagi pendapatnya. Menurut penulis apa pun argumennya, maka argumen itu tidak banyak menolong karena persoalan bukan masalah mana argumen yang lebih rajih, melainkan masalahnya terletak pada ketiadaan suatu penanggalan tunggal untuk seluruh dunia. Apabila penanggalan tunggal terwujud, maka problem puasa Arafah akan hilang dengan sendirinya. Inilah mengapa dikatakan bahwa bulan Zulhijah menjadi alasan kuat yang mengharuskan dibuatnya kalender Islam global, bukan kalender lokal, regional, bizonal, multizonal atau semacam itu. Argumen-argumen yang dikemukakan sejauh ini tentang soal puasa Arafah harus dianggap sebagai argumen sementara, yakni selama sistem penanggalan Islam belum dapat disatukan secara global.

            Untuk bulan Zulhijah yang sedang berjalan sekarang (1431 H), mulai tanggal satunya ternyata tidak serentak di seluruh dunia. Terjadi perbedaan masuknya awal bulan pada berbagai kawasan. Mahkamah Agung Arab Saudi melalui keputusan dengan nomor 18 H / tanggal 29/11 ­– 1/12 / 1431 H, menetapkan bahwa tanggal 1 Zulhijah 1431 H jatuh pada hari Ahad 7 November 2010 H, hari Arafah (9 Zulhgijah) 1431 H jatuh pada hari Senin 15 November 2010 M, dan Iduladha 1431 H jatuh pada hari Selasa 1431 H. Dinyatakan pula bahwa penetapan itu berdasarkan rukyat yang dilakukan sejumlah saksi adil pada Sabtu sore 6 November 2010 M.[2]  

            Penetapan di atas memperlihatkan bahwa praktik penenentuan awal bulan Arab Saudi belum banyak berubah dari dahulu semasa kewenangan penetapan itu berada pada Komisi Agung Yudisial (Majlis al-Qa«±’ al-Al±). Semasa dahulu di bawah kewenangan Komisi Agung Yudisial, penetapan bulan kamariah Arab Saudi amat buruk. Banyak terjadi klaim rukyat padahal Bulan di bawah ufuk.

            Sejak bulan Oktober tahun 2007 kewenangan penetapan awal bulan kamariah Arab Saudi dialihkan ke Mahkamah Agung dan mulai berlaku efektif sejak Februari tahun 2009. Belum banyak diketahui pola praktik penetapan awal bulan di bawah Mahkamah Agung ini lantaran masih baru dan belum banyak data. Akan tetapi yang jelas penetapan awal bulan Zulhijah 1431 H sekarang yang didasarkan kepada rukyat diragukan kebenaran rukyatnya karena posisi Bulan masih amat rendah dan menurut ilmu astronomi masih belum mungkin dirukyat bahkan sekalipun dengan menggunakan alat optik. Menurut perhitungan hisab (dihitung dengan menggunakan al-Maw±q³t ad-Daq³qah karya ‘Audah) ketinggian geosentrik Bulan di atas ufuk di Mekah sore Sabtu 06 November 2010 M saat matahari terbenam pukul 17:45 waktu Arab Saudi adalah 00º 32’ 31” (0,5º). Anggota ICOP (Islamic Crescents’ Observation Project), S±li¥ a¡-¢ab dan Eng. Qamar Uddin secara terpisah melaporkan bahwa Sabtu itu langit sebagian berawan dan kondisi atmosfir amat kelam dan Bulan sore tersebut tidak terlihat baik dengan mata telanjang, teropong dua lensa, teleskop maupun dengan CCD Imaging. Juga dilaporkan bahwa tidak satu pun dari 10 Komite Hilal Arab Saudi yang dapat merukyat hilal sore Sabtu itu.[3] Namun seorang bernama ‘Abdull±h al-Khu«air³ menyatakan berhasil merukyat dan kesaksian rukyatnya diterima oleh Pengadilan ¦au¯ah Sad³r.[4] Jadi kebijakan penetapan awal bulan Mahkamah Agung Arab Saudi tidak banyak berubah dari pendahulunya, Komisi Agung Yudisial.

            Akan tetapi kita mungkin bisa membaca fenomena ini dengan cara lain. Mungkin petinggi Mahkamah Agung tetap menerima kesaksian rukyat itu meski mereka menyadari bahwa rukyat tersebut masih mustahil, dikarenakan menurut kalender resmi Arab Saudi, yaitu Kalender Ummul Qura (KUQ), hilal sudah wujud di Mekah sore Sabtu tersebut sehingga menurut kalender ini tanggal 1 Zulhijah 1431 H jatuh hari Ahad 07-11-2010 M. Atas dasar itu Mahkamah Agung menerima klaim rukyat itu karena masih sejalan dengan KUQ. Hal ini juga terjadi di tempat lain seperti di Indonesia. Kementerian Agama memegangi kriteria imkanu rukyat 2º, sehingga apabila ketinggian Bulan 2,5º misalnya seperti pada Idulfitri baru lalu yang menurut astronomi masih tidak mungkin dirukyat, tetapi ada orang yang melaporkan berhasil merukyat, maka rukyat itu diterima karena masih berada dalam batas imkanu rukyat yang diakui Kementerian Agama. Mungkin itu juga yang terjadi dengan Mahkamah Agung Saudi yang menerima klaim rukyat Zulhijah1431 H meskipun posisi Bulan masih amat rendah. Oleh karena sesuai dengan KUQ, maka rukyat itu diterima. Perlu diketahui bahwa KUQ sejak tahun 1423 H (2003 M) memakai kriteria wujudul hilal (seperti kalender Muhammadiyah dengan perbedaan kecil) dengan menjadikan Kakbah dengan koordinat f = 21˚ 25’ 22” LU dan l = 39˚ 49’ 34” BT sebagai marjak.[5] Dijadikannya Mekah sebagai marjak adalah sejak tahun 1400 H (2000 M).[6]

            Penetapan awal Zulhijah 1431 H Mahkamah Agung Arab Saudi seperti di atas berbeda dengan penetapan awal bulan di sejumlah negara lain seperti Indonesia yang menetapkan tanggal 1 Zulhijah jatuh pada hari Senin 8 November 2010 M. Negara-negara lain yang memulai tanggal 1 Zulhijah pada hari Senin 8 November 2010 M adalah Pakistan, Malaysia, Inggris, Iran, Bangladesh, Afrika Selatan, Australia, Trinidan dan Tobago.[7]

            Di sini terlihat adanya perbedaan penetapan memasuki awal Zulhijah. Perbedaan ini menimbulkan masalah ibadah puasa Arafah bagi orang yang berada di kawasan timur atau juga di utara bumi yang terlambat dapat merukyat, karena jatuhnya tanggal 9 Zulhijah di Mekah tidak sama dengan jatuhnya tanggal 9 Zulhijah di kawasan timur bumi tersebut. Hal itu karena hilal Zulhijah diklaim telah terlihat di Mekah, sementara di kawasan timur belum terlihat. Permasalahannya kapan mereka yang berada di kawasan timur ini melaksanakan puasa Arafah.

            Akan tetapi apabila seandainya di Arab Saudi hilal Zulhijah Sabtu 06-11-2010 M dinyatakan belum dapat dirukyat, sehingga jatuhnya hari Arafah akan sama dengan kawasan timur bumi, yaitu Selasa tanggal 16-11-2010 M, maka permasalahan puasa Arafah timbul di kawasan barat bumi, karena di sini hilal dimungkinkan terukyat. Dengan demikian kawasan barat bumi akan memasuki Zulhijah lebih dahulu dari Mekah. Mereka di kawasan barat bumi ini akan menghadapi problem puasa Arafah: kapan harus dilakukan? Apakah sesuai dengan tanggal di kawasan mereka, tetapi itu tidak tepat pada hari dilaksanakannya wukuf di Arafah karena wukuf di Arafah akan jatuh keesokan harinya, atau mereka menunda puasa Arafah sehari dengan alasan menunggu wukuf di Arafah, namun juga mustahil karena dengan menunda itu mereka melaksanakan puasa Arafah pada hari mereka seharusnya melaksanakan salat Iduladha. Atau malah menunda memasuki Zulhijah dengan alasan menunggu Mekah. Inipun tidak boleh dilakukan karena melanggar prinsip pokok dalam sistem kalender Islam, yaitu tidak boleh menunda memasuki bulan baru ketika hilal bulan tersebut telah terpampang jelas di ufuk mereka. Nabi saw bersabda,
إِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فصُوْمُوْا وَإِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَأَفْطِرُوْا ... [رواه البخاري ، واللفظ له ، ومسلم] .
Artinya: Apabila kamu telah melihat hilal berpuasalah, dan apabila kamu telah melihatnya beridulfitrilah! … [HR al-Bukh±r³, dan lafal di atas adalah lafalnya, dan juga diriwayatkan Muslim].[8]

            Inilah problem yang ditimbulkan oleh rukyat. Ia tidak dapat menyatukan penanggalan Islam dan karenanya tidak dapat menyatukan hari pelaksanaan ibadah seperti puasa Arafah yang harus dilaksanakan pada hari terjadinya wukuf secara riil di Padang Arafah. Kemustahilan rukyat dapat menyatukan penanggalan adalah karena sifat rukyat itu sendiri yang terbatas liputannya terhadap muka bumi. Maksudnya rukyat pada visibilitas pertama tidak pernah dapat meliputi seluruh muka bumi. Rukyat selalu membelah muka bumi antara kawasan yang dapat merukyat sehingga keesokan harinya memulai bulan baru dan kawasan yang belum dapat merukyat sehingga memulai bulan baru lusa. Akibatnya terjadi perbedaan tanggal. Perlu diketahui bahwa Bulan itu bergerak secara semu dari kawasan ujung timur bumi dengan posisi yang rendah menuju ke arah barat dengan posisi semakin meninggi. Oleh karena itu semakin ke barat posisi orang, semakin besar peluangnya untuk dapat merukyat. Jadi orang yang berada di kawasan barat bumi selalu beruntung dapat merukyat sehingga mereka memulai bulan kamariah baru lebih dahulu dari orang di kawasan timur. Mari kita lihat kurve rukyat hilal Zulhijah 1431 H pada visibilitas pertama, yaitu hari Sabtu sore tanggal 06-11-2010 M, pada Ragaan 2. Peta rukyat ini dibuat dengan menggunakan al-Maw±qit ad-Daq³qah karya Audah.


            Peta ini menampakkan bahwa kawasan dalam kurve, yaitu bagian selatan Amerika Latin dan beberapa pulau di Laut Pasifik sebelah timur Garis Tanggal Internasional (GTI) diperkirakan dapat melihat hilal Zulhijah 1431 H Sabtu sore sesaat setelah matahari tenggelam. Di Santiago, ibukota Cile, ketinggian (geosentrik) hilal Zulhijah Sabtu sore 06-11-2010 M saat matahari tenggelam adalah 09º 49’ 35” (9,8º). Di kota Apia, ibukota Samoa di Laut Pasifik, ketinggian (geosentrik) hilal Zulhijah 1431 H pada Sabtu sore 06-11-2010 M mencapai 12º 32’ 42” (12,5º), sementara di Papeete, ibu kota Polynesia Perancis, ketinggian hilal 12º 02’ 19” (12,03º). Perlu dicatat bahwa di dua kota terakhir konjungsi (ijtimak) jelang Zulhijah terjadi hari Jumat tanggal 05-11-2010 M. Mengingat kedudukan hilal Zulhijah sudah sangat tinggi di kawasan-kawasan tersebut, maka diperkirakan hilal dapat dirukyat sore Sabtu 06-11-2010 M di tempat-tempat tersebut dan sekitarnya apabila cuaca terang. Dengan demikian kawasan itu mamasuki 1 Zulhijah pada hari Ahad 07-11-2010 M, dan memasuki tanggal 9 Zulhijah 1431 H (hari Arafah) pada hari Senin 15-11-2010 M, dan Iduladha hari Selasa 16-11-2010 M.[9]
            Apabila diandaikan Mahkamah Agung Arab Saudi pada awal Zulhijah baru lalu menggunakan rukyat yang sungguh-sungguh akurat dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan oleh karena itu memutuskan 1 Zulhijah 1431 H jatuh hari Senin 08-11-2010 M, dan Arafah jatuh hari Selasa 16-11-2010 M, maka kawasan ujung barat bumi tadi akan mendahului Mekah memasuki Arafah sehingga akan timbul problem bagaimana melaksanakan puasa Arafah. Inilah masalah penepatan waktu ibadah yang timbul dari penggunaan rukyat. Problem ini timbul dari karakter rukyat sendiri yang pada visibilitas pertama tidak pernah dapat mengkaver seluruh muka bumi. Akan selalu ada bagian muka bumi (sebelah barat) yang telah dapat merukyat dan ada bagian muka bumi (sebelah timur) yang belum dapat merukyat sehingga timbul perbedaan memulai bulan kamariah baru.
           
            Rukyat global fikliah (fisik) juga tidak dapat dihandalkan, meskipun banyak orang meyakininya sejak dari zaman kuna hingga zaman sekarang. Rukyat global fikliah hanya dapat dimanfaatkan oleh orang yang berada di timur dengan jarak maksimal 9 atau 10 jam dengan tempat paling timur terjadinya rukyat itu. Lebih dari itu rukyat tersebut tidak lagi berguna karena orang di timur sudah keburu pagi saat rukyat di kawasan barat terjadi. Apabila kita asumsikan rukyat paling timur terjadi di New York pukul 18:00 sore, maka orang di Indonesia Barat tidak mungkin lagi menunggu rukyat itu untuk berpuasa Ramadan atau beridulfitri karena di Indonesia Barat jam sudah pukul 06:00 pagi hari berikutnya. Pada hal pada pukul 04:00 pagi mereka harus sudah mendapat kepastian ada atau tidaknya rukyat itu. Ketika pukul 04:00 subuh orang Indonesia Barat menanti berita rukyat dari New York untuk menentukan apa mereka akan mulai Ramadan atau Idulfitri atau puasa sunat sembilan hari pertama Zulhijah, maka di New York belum terjadi rukyat karena di sana baru pukul 04:00 sore dan belum dilakukan rukyat.

            Memang rukyat global secara fisik (fikliah) dapat diamalkan untuk kepentingan puasa Arafah karena puasa Arafah dijalankan tidak pada awal bulan Zulhijah, melainkan pada tanggal 9, sehingga masih ada selang beberapa hari menjelang hari Arafah. Akan tetapi rukyat global secara fisik (fikliah) tidak dapat dihandalkan bagi kawasan timur dengan jarak lebih 10 jam untuk pelaksanaan ibadah yang dimulai pada awal bulan seperti Ramadan, Idulfitri atau puasa sunat sembilan hari pertama Zulhijah. Untuk ibadah-ibadah ini rukyat global fikliah adalah mustahil.

            Contoh riil bisa kita ambil Syawal 1428 H (Oktober 2007 M) tiga tahun lalu. Konjungsi jelang Syawal 1428 H terjadi Kamis 11-10-2007 M pukul 01:01 Waktu Cile (WC) atau pukul 08:01 WIB. Pada sore Kamis 11-10-2007 M saat matahari tenggelam di Punta Arenas, Cile, pada pukul 19:14 WC, ketinggian (geosentrik) hilal Syawal mencapai 08º 17’ 32” (8,29º). Menurut kriteria Audah dalam al-Maw±q³t ad-Daq³qah, hilal Syawal 1427 H itu dapat dilihat di Punta Arenas, Cile pada Kamis sore 11-10-2007 M  apabila cuaca baik. Di bagian dunia lain, selain pulau-pulau di laut Pasifik sebelah timur GTI, hilal Syawal 1428 H tidak dapat dilihat. Di Cile dan beberapa pulau di Laut pasifik, dengan demikian, Idulfitri 1428 H jatuh hari Jumat 12-10-2007 M. Di Indonesia masyarakat terbagi dua: yang menggunakan rukyat, seperti pemerintah, beridulfitri pada hari Sabtu 13-11-2007 M karena rukyat sore Kamis belum bisa dilakukan, dan yang menggunakan wujudul hilal berlebaran hari Jumat 12-11-2007 M karena sore Kamis sudah wujul hilal.

            Terhadap Syawal 1428 H itu tidak dapat diterapkan rukyat fikliah global oleh mereka yang berada di Indonesia karena ketika rukyat Syawal 1428 H terjadi di Cile hari Kamis 11-20-2007 pukul 19:14 sore, di Indonesia Barat saat itu sudah sudah pukul 05:14 pagi Jumat (jarak waktu Cile­Indonesia Barat 10 Jam). Sementara orang di Indonesia Barat pada jam 04:00 pagi Jumat harus sudah mendapat kepastian tentang rukyat global tersebut, padahal rukyat Kamis sore itu belum terjadi karena di Cile saat itu baru pukul 18:00 sore di mana rukyat belum dilakukan, karena rukyat baru akan dilakukan pada pukul 19:14, satu seperempat jam lagi. Jadi rukyat fikliah global tidak dapat dihandalkan.

            Oleh karena rukyat tidak dapat menyatukan penanggalan dan karenanya tidak dapat menepatkan momen-momen ibadah pada hari yang sama di seluruh dunia, maka apakah upaya yang harus dilakukan? Para pakar syariah dan astronomi dalam Temu Pakar II untuk Perumusan Kalender Islam yang dislenngarakan di Maroko di bawah arahan ISESCO (Islamic Educational and Sientific Organization), suatu badan dari OKI (Organisasi Konferensi Islam), memutuskan dalam butir kedua keputusannya bahwa,

      Pemecahan problematika penetapan bulan kamariah di kalangan umat Islam tidak mungkin dilakukan kecuali berdasarkan penerimaan terhadap hisab dalam menetapkan awal bulan kamariah, seperti halnya penggunaan hisab untuk menentukan waktu-waktu salat, dan menyepakati pula bahwa penggunaan hisab itu adalah untuk penolakan rukyat dan sekaligus penetapannya.[10]

            Dalam penggunaan hisab untuk penyatuan kalender Islam secara global ini tidak penting jenis mana dari hisab yang harus digunakan. Apa yang penting adalah bahwa berdasarkan hisab-hisab yang ada itu dirumuskan suatu kaidah kalender Islam global yang valid secara syar’i dan akurat secara astronomis. Sebagai tindak lanjut dari Temu Pakar II tahun 2008 di Maroko, disusun empat rancangan kalender global Islam yang sekarang dalam proses uji validadsi untuk waktu selama 1 abad ke depan hingga tahun 2100 M. Bila sudah ditemukan satu yang paling memenuhi syarat-syarat kalender global Islam yang telah disepakati, maka itu ditawarkan kepada umat Islam untuk diterima sebagai kalender Hijriah tunggal yang dapat menyatukan penanggalan Islam. Empat rancangan kalender dimaksud adalah:
1.       Kalender Ummul Qura (KUQ) dari Arab Saudi, dengan kaidah wujudul hilal di Kakbah,
2.      Kalender Jam±ludd³n/Shaukat, dengan kaidah ijtimak sebelum pukul 12:00 Waktu Universal (GMT),
3.      Kalender Husain Diallo dari Guinea, Afrika, dengan kaidah ijtimak sebelum pukul 12:00 di Mekah,
4.      Kalender Libia, dengan kaidah ijtimak sebelum fajar di GTI (180º BT) antara 60º LU dan 60º LS dengan ketentuan bahwa perhitungan fajar dilakukan pada titik 180º BT dan 60º LU (titik M) pada musim semi dan panas di belahan bumi utara (20 Maret s/d 22 September), dan pada titik 180º BT dan 60º LS (titik N) pada musim semi dan panas di belahan bumi selatan (23 September s/d 19 Maret tahun berikutnya).[11]

            Bila Zulhijah 1431 H sekarang dilihat dari perspektif kalender-kalender ini, maka terlihat bahwa keempatnya menjatuhkan 1 Zulhijah 1431 H pada hari Ahad 07-11-2010 M, sehingga hari Arafah (9 Zulhijah) jatuh pada hari Senin 15-11-2010 M. Hal itu adalah karena:
  1. Menurut KUQ, pada hari Sabtu 06-11-2010 M saat matahari terbenam hilal telah wujud pada titik marjak Kakbah, sehingga 1 Zulhijah jatuh hari Ahad 07-11-2010 M.
  2. Menurut kalender Jamaludd³n/Shaukat ijtimak jelang Syawal 1431 H terjadi sebelum pukul 12:00 GMT (ijtimak terjadi pada pukul pukul 04:52 GMT), sehingga tanggal 1 Zulhijah 1431 H jatuh hari Ahad 07-11-2010 M.
  3. Ijtimak menurut waktu Mekah terjadi pukul 07:52, yakni sebelum pukul 12:00 waktu setempat, sehingga tanggal 1 Zulhijah 1431 H jatuh hari Ahad 07-11-2010 M.
  4. Di GTI pada titik N ijtimak terjadi pukul 16:52 waktu setempat, jadi sebelum fajar, sehingga tanggal 1 Zulhijah 1431 H jatuh hari Ahad 07-11-2010 M.

            Apabila kaidah keempat kalender terpadu tersebut diterapkan kepada Muharam 1432 H yang akan datang, maka 1 Muharam 1432 H (tahun baru Hijriah) akan jatuh pada hari Selasa 7 Desember 2010 M, karena:
  1. Menurut KUQ, pada hari Ahad 05-12-2010 M konjungsi terjadi pukul 20:35: 50, yaitu sesudah matahari terbenam sehingga tidak memenuhi syarat wujudul hilal. Oleh karena itu awal tahun baru Hijriah 1 Muharam 1432 H jatuh lusa Selasa 07-12-2010 M.
  2. Menurut kalender Jamaludd³n/Shaukat ijtimak jelang Muharam 1432 H terjadi hari Ahad 05-12-2010 M pukul 17:36:50 sore Waktu Universal (WU/GMT), yaitu sesudah pukul 12:00 WU. Oleh karena itu 1 Muharam 1432 H jatuh lusa Selasa 07-12-2010 M.
  3. Ijtimak menurut Waktu Mekah terjadi pada hari Ahad 05-12-2010 M 20:36:50 Waktu Mekah, yakni sesudah pukul 12:00 waktu setempat. Oleh karena itu 1 Muharam 1432 H menurut Kalender Husain Diallo jatuh lusa Selasa 07-12-2010 M.
  4. Di GTI pada titik N, ijtimak terjadi hari Senin 06-12-2010 M pukul 05:36:50 Waktu setempat, jadi sesudah fajar, sehingga tanggal 1 Muharam 1432 H menurut Kalender berdasar metode Libia jatuh pada fajar hari berikutnya, yaitu Selasa 07-12-2010 M.

            Pada sisi lain terdapat usulan-usulan kalender bizonal yang membagi dunia kepada dua zona tanggal yang bisa berbeda antara yang satu dengan yang lain. Para perancang kalender ini akan memilih satu dari tiga rancangan yang ada untuk didialogkan dengan kalender terpadu.[12] Hanya saja kalender bizonal, yang membagi muka bumi menjadi dua zona tanggal di mana tanggal pada satu zona bisa berbeda dengan tanggal pada zona lain pada bulan tertentu, tidak dapat memberi pemecahan pada masalah puasa Arafah, yakni tidak bisa mengatasi terjadinya perbedaan jatuhnya hari Arafah di Mekah dengan di tempat lain di zona barat atau zona timur.

            Dua dari kalender bizonal ini, yaitu Kalender Audah dan kalender Qas­m (Guessoum), dalam 20 kali hari Arafah sejak tahun 1431 H sampai dengan 1350 H akan mengakibatkan terjadinya perbedaan jatuhnya hari Arafah antara zona timur dan zona barat. Dalam Kalender Audah perbedaan itu akan terjadi 9 kali dari 20 kali hari Arafah, dan dalam Kalender Qas­m perbedaan itu akan terjadi 11 kali dari 20 kali hari Arafah. Ini menyebabkan orang di zona barat tidak dapat melaksanakan puasa Arafah tepat pada hari terjadinya wukuf di Arafah yang menurut kedua kalender itu masuk zona timur. Hari Arafah di Mekah jatuh pada hari Iduladha di zona barat. Versi ketiga kalender bizonal adalah Kalender al-Qu«±h. Kalender ini akan menyebabkan problem puasa Arafah tidak saja bagi zona barat, tetapi juga bagi zona timur karena sistem kalender ini menerapkan garis tanggal bergerak yang mengakibatkan Mekah suatu kali masuk zona timur dan kali lain masuk zona barat.[13]

            Kini antara kedua mazhab ini, mazhab terpadu dan mazhab bizonal, terus menerus diadakan kontak, dialog dan diskusi guna mencapai kesepakatan serta dilakukan tukar-menukar temuan penelitian.    



           


[1] Al-Alwani, “The Islamic Lunar Calendar as a Civilizational Imperative,” dalam Mohammad Ilyas dan Syed Kamarulzaman Kabeer, ed., Unified World Islamic Calendar: Sharia, Science and Globalization (Penang, Malaysia: International Islamic Calendar Programme, University of Science Malaysia, 2001/1421), h. 9 dan 13.
[2] “Ru’yat Syahr ¨il¥ijjah 1431 H,” <http://www.hafaralbaten.net/vb/http://www.hafaralbaten.net/vb/showthread.php?t =74027>, akses Ahad 07-11-2010 M pukul 06: 04.
[3] “Visibility of Thul Hijjah Crescent 1431 H,” , akses Senin 8 November 2010 M.
[4] “Ru’yat Syahr ªul¥ijjah 1431 H,” <http://www.hafaralbaten.net/vb/showthread.php?t =74027http://www.hafaralbaten.net/vb/showthread.php?t =74027>, akses 07-11-2010 M pukul 06:04.
[5] Zak³ al-Mu¡¯af± dan Y±sir Ma¥m­d ¦afi§, “Taqw³m Umm al-Qur± at-Taqw³m al-Mu‘tamad f³ al-Mamlakah al-‘Arabiyyah as-Sa‘­diyyah,” <http://www.icoproject.org/pdf/almostafa_Hafize_ 2001.pdfhttp://www.icoproject.org/pdf/almostafa_Hafize_ 2001.pdf>, akses 20-09-2007.
[6] ‘Abd al-Az³z Ibn Sul¯±n al-Marmasy, “at-Taqw³m al-Hijr³ al-Qamar³ al-Isl±m³ al-²lam³ al-Muwa¥¥ad ‘al± Tauq³t Makkah al-Mukarramah,” makalah untuk Ijtim± al-Khubar±’ a£-¤±n³ li Dir±sat Wa« at-Taqw³m al-Isl±m³, yang diselenggarakan di Rabat Maroko tanggal 15-16 Syawal 1429 H / 15-16 Oktober 2008  atas kerjasama ISESCO, Asosiasi Astronomi Maroko dan Organisasi Dakwah Islam Internasional Libia, h 13.
[7]  “The Official First Day in Different Countries,” <http://www.icoproject.org/icop/hej31http://www.icoproject.org/icop/hej31. html#firstday>, akses Senin 8 November 2010 M.
[8]  Al-Bukh±r³, ¢a¥³¥ al-Bukh±r³ (Ttp.: D±r al-Fikr, 1994/1414), II: 278-279, hadis no. 1900, “Kit±b a¡-¢aum,” dari Ibn Úmar; Muslim, ¢a¥³¥ Muslim (Beirut: D±r al-Fikr, 1992/1412), I: 481, hadis no. 1080:8, “Kit±b a¡-¢iy±m,” dari Ibn ‘Umar.
[9] Memang pada awal Zulhijah lalu tidak ada laporan rukyat dari kawasan tersebut. Hal itu barang kali tidak ada konsentrasi signifikan umat Islam di kawasan tersebut. Atau ada yang merukyat, tetapi rukyat mereka tidak terlaporkan.
[10] Terjemahan lengkap Keputusan Temu Pakar II ini dapat dilihat dalam  Syaikh Mu¥ammad Radsy³d Ri«± dkk., Hisab Awal Bulan Kamariah, alih bahasa Syamsul Anwar, edisi ke-2 (Yogyakarta: 2009), h. 79-87. Yang dimaksud dengan “penggunaan hisab untuk penolakan dan sekaligus penetapan rukyat” adalah bahwa hisab digunakan untuk menolak rukyat-rukyat yang tidak mungkin menurut hisab, sebaliknya hisab juga digunakan untuk mengukuhkan rukyat yang memang akurat menurut hisab.
[11] Untuk kalender berdasarkan metode Libia, rumusan di atas merupakan perkembangan paling mutakhir dari upaya mencari rumusan kalender terpadu berdasarkan metode Libia yang diharapkan dapat menyatukan penanggalan Islam sedunia. “Surat dari Sekretariat Tim Kerja Perumusan Kalender Islam kepada seluruh anggota tim tertanggal Jumat 12-11-2010 M,” dokumen pribadi.
[12] “Surat dari Sekretariat Tim Kerja (Tim Tindak Lanjut) Perumusan Kalender Islam kepada seluruh anggota tim tertanggal Jumat 12-11-2010 M,” dokumen pribadi.
[13] “Surat Jam±ludd³n kepada Syamsul Anwar tertanggal 03-12-2009,” dokumen pribadi. Terjemahnya dimuat di situs ini dengan judul “Korespondensi Kalender Hijriah Internasional: Dari Jam±ludd³n kepada Syamsul Anwar.” Juga “Surat dari Syamsul Anwar kepada Jam±ludd³n Tertanggal 11-12-2009,” dokumen pribadi. Terjemahnya dimuat di situs ini dengan judul “Korespondensi Kalender Hijriah Internasional: Dari Syamsul Anwar kepada Jam±ludd³n.” [Catatan: penulisan tanggal surat dalam terjemahan keliru, yang betul adalah tanggal 11-12-2009].