Senin, 31 Januari 2011

Jika Hajr Terjadi ?


Banyak orang berbicara tentang hajr, padahal dia tidak mengetahui tentang hajr kecuali sebagian riwayat yang dibacanya dari buku-buku Ahli Sunah, bahwa Imam Ahmad menghajr, Sufyan menghajr, Fulan menghajr. Dia berpendapat, hajr itu mutlak (umum tanpa syarat). Dia tidak mengkaji masalah ini dengan sebenarnya, tidak merujuk kepada perkataan para ulama. Padahal Syaikhul Islam telah menjelaskan masalah ini, dan beliau telah menyebutkan di dalam banyak kitab beliau. Tetapi, memang membutuhkan waktu untuk mengumpulkan materi itu, dan menyampaikannya kepada orang. Saya telah menyebutkan hal ini dalam (kitab saya), Mauqif Ahli Sunnah. Kitab saya ini telah lewat bertahun-tahun, (dan) tidak ada yang membicarakannya (yakni mengkritiknya). Kemudian sekarang setelah muncul pengaruh hawa nafsu, mereka mulai membicarakan kitab ini. Mereka mengatakan: “Ini mumayyi, ini mudhayyi’”. Dan tidaklah seorang pun membaca kitab itu, kecuali berpendapat bahwa penulisnya mumayyi’. Mereka sombong, bahkan terhadap Allah, juga terhadap manusia. Mereka menerapkan hukum-hukum dan mensifati manusia dengan sifat-sifat (yang buruk). Urusan mereka ini terserah Allah. Fitnah (musibah) mereka besar, dan keburukan mereka terhadap masyarakat juga besar.

Jika Hajr Terjadi ? (1)

Minggu, 30 Januari 2011 22:40:00 WIB
Kategori : Manhaj

Sesungguhnya, para penuntut ilmu yang menisbatkan diri kepada aqidah Salafush-Shalih adalah ahlul ittiba’ (orang-orang yang mengikuti) kebenaran dan senantiasa mencari kebenaran. Mereka bersatu di atas prinsip ini, segala puji bagi Allah. Mereka tidak berselisih padanya, walaupun terkadang berselisih dalam pemahaman dan ijtihad (pendapat mengenai perkara yang tidak ada dalil pasti tentangnya). Terkadang adanya perselisihan di antara mereka pada sebagian masalah, karena sebab perbedaan tingkat pemahaman. Merupakan kewajiban para penuntut ilmu yang menisbatkan diri kepada manhaj dan aqidah Ahli Sunnah, untuk bersatu di atas al haq yang mereka tempuh, dan saling menasihati berkaitan dengan perselisihan yang terjadi di antara mereka. Hendaklah mereka bersikap lembut terhadap sebagian yang lain ketika ada perselisihan. Hendaklah kita bersabar dalam berdakwah menuju Sunnah terhadap para ahli bid’ah yang menyelisihi (al haq). Yaitu dengan sabar yang terpuji, yang kita mengharapkan pahala dari Allah dengan kesabaran itu. Karena Allah l telah memerintahkan kita untuk bersabar, sebagaimana telah memerintahkan kepada Nabi kita Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Kiat Menghindari Perpecahan

Sabtu, 29 Januari 2011 23:12:10 WIB
Kategori : Ukhuwah & Perpecahan !

Jadi, ikhtilaf merupakan suratan takdir yang Allah kehendaki, tetapi Allah tidak meridhainya. Jika ada yang bertanya, ’bagaimana mungkin dua perkara dapat bersatu, yakni kehendak Allah dan kebencian-Nya?’ Maka jawabnya ialah, kehendak itu ada dua macam. Yaitu kehendak untuk diri sendiri dan kehendak untuk orang lain. Adapun kehendak untuk diri sendiri, sudah pasti disukai dan disenangi, karena di dalamnya pasti terdapat kebaikan. Sedangkan kehendak untuk orang lain, adakalanya memang ia menghendakinya, namun ia tidak mendapat keuntungan apapun darinya. Hanya sebagai wasilah untuk mendapat sesuatu yang dikehendaki dan diinginkan, meskipun sebenarnya tidak disukai. Sebagai contoh, obat yang pahit sekali tentu sangat tidak disukai. Apabila diketahui, bahwa hanya dengan meminumnya kesembuhan baru dapat diperoleh, maka ia harus meminumnya. Contoh lainnya, seorang yang harus menempuh perjalanan yang berat dan sulit, namun bila diketahui bahwa hanya bisa sampai ke tempat tujuan dengan menempuhnya, maka ia harus menempuhnya. Oleh sebab itu, tidak dibenarkan menutupi perselisihan atau menyembunyikannya, berlindung dibalik perselisihan atau menjadikannya sebagai tameng. Sebab kebenaran pasti akan tampak, meski bagaimanapun usaha untuk mencegahnya. Dan juga, mengenal letak-letak kesalahan merupakan kewajiban setiap muslim. Agar mengtahui kedudukan mereka. Sehingga tidak menghadapi masalah yang sama berulang kali.

Mengusap Jaurob (Kaos Kaki) Dan Sandal

Jumat, 28 Januari 2011 22:55:44 WIB
Kategori : Fiqih Hadits

Dari al Azraq bin Qais, ia berkata: "Aku pernah melihat Anas bin Malik berhadats. Maka ia membasuh mukanya, dua tangan dan mengusap dua kaos kakinya yang terbuat dari wol". Aku bertanya,”Engkau mengusapnya?” Dia menjawab,”Keduanya adalah khuf, hanya saja terbuat dari wol". Anas menegaskan, kata khuf lebih umum tidak hanya sekedar terbuat dari kulit saja. Dan ia adalah seorang sahabat yang pakar dalam bahasa. Ada sebelas orang sahabat yang menyatakan bolehnya mengusap dua kaos kaki. Di antaranya : 'Umar dan putranya, yaitu 'Abdullah, kemudian 'Ali, Ibnu Mas'ud, Anas dan lain-lain. Dan pada masa itu, tidak ada yang menentang mereka, sehingga menjadi Ijma'. Kemudian jumhur ulama melarang mengusap dua kaos kaki yang tipis karena tidak menutupi bagian yang harus terkena air wudhu`. Disebutkan, bahwa ini –menurut penelitian- bukan syarat yang harus terpenuhi, sebagai hasil Qiyas pada khuf yang berlubang. Selain itu, kaos kaki tipis yang dipakai sekarang sifatnya nisbi (relatif). Maka pengajuan syarat-syarat ini bertentangan dengan tujuan syari’at yang berorientasi memberikan kelonggaran agar tidak ada kesempitan ataupun kesulitan. Faidah ; termasuk dalam makna kaos kaki, yaitu segala hal yang membalut dua kaki karena ada halangan, dan hal itu sulit untuk dilepaskan, sehingga boleh mengusapnya, sebagaimana dirajihkan oleh Syaikhul Islam. Dan hukum-hukum yang berkaitan dengan pengusapan pada kaos kaki sama dengan hukum pada pengusapan dua khuf.

Hikmah Ittiba Kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam

Kamis, 27 Januari 2011 22:37:34 WIB
Kategori : Manhaj

Ketaatan kepada Allah dan RasulNya akan menjadikan hati kita hidup. Dan sebaliknya, jika tidak taat, maka hati kita akan mati. Oleh karena itu, hidup matinya hati kita adalah dengan taat kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Kita bisa bandingkan orang yang ittiba’ dan orang yang berbuat bid’ah. Orang yang berbuat bid’ah, hati mereka sakit, mati, gelap. Perkataan, wajah dan muka mereka dalam keadaan gelap. Mereka akan masuk ke dalam kubur dalam keadaan gelap. Mereka akan meniti shirat dalam kegelapan. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Ibnu Qayyim, “orang yang berbuat bid’ah, terus berada dalam kegelapan dan kegelapan”. Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dijuluki sebagai cahaya, lampu penerang, yang menerangi, yang menunjuki kita dari kegelapan menuju cahaya. Muka memiliki pengaruh, dari perbuatan dosa dan maksiat. Dan kemaksiatan yang terbesar adalah berupa kesyirikan, kemudian perbuatan bid’ah dan kemungkaran. Dengan sebab perbuatan tersebut, maka Allah menjadikan wajah dan muka dia gelap. Demikian juga nantinya pada Hari Kiamat, sebagaimana disebutkan dalam al Qur`an : Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya, (kepada mereka dikatakan): "Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman?Karena itu, rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu”.

Ittiba’ Kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam Sebagai Perwujudan Konsekwensi Syahadatain

Rabu, 26 Januari 2011 14:12:41 WIB
Kategori : Manhaj

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah(wafat th. 728 H) berkata, ”Kebahagiaan itu disebabkan karena mengikuti petunjuk Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam . Sedangkan kesesatan dan celaka disebabkan karena menyalahi petunjuk beliau. Sesungguhnya, setiap kebaikan di alam semesta ini, baik yang sifatnya umum atau khusus, sumbernya dari diutusnya Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam . Begitu juga semua kejelekan di alam semesta yang menimpa manusia, disebabkan penyimpangannya terhadap petunjuk Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam dan tidak mengetahui apa yang dibawa beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. Bahwasanya kebahagiaan manusia dalam kehidupan dunia dan akhirat disebabkan ittiba’ (mengikuti petunjuk Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam). Risalah kenabian dibutuhkan oleh seluruh makhluk. Kebutuhan mereka kepada diutusnya Rasulullah di atas seluruh kebutuhan. Diutusnya Nabi Muhammad merupakan ruh bagi alam semesta, cahaya dan kehidupan.” Beliau juga berkata,”Ar Risalah (diutusnya Rasulullah) merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk memperbaiki kehidupan seorang hamba dalam hidupnya ini di dunia dan juga kelak di akhirat. Sebagaimana seorang hamba, dia tidak akan baik untuk kehidupan akhiratnya melainkan dengan mengikuti risalah, yaitu risalah Nabi Muhammad.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar